Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Roti

victorc's picture
Shalom, selamat pagi saudaraku. Beberapa orang menanyakan tentang otoritas kanon Alkitab dan tentang makna skriptura. Pertanyaan-pertanyaan itu rupanya diajukan karena mereka agaknya telah minum anggur pencerahan dari posmodernisme, yang memang doyan mempertanyakan segala bentuk otoritas. Karena pertanyaan-pertanyaan itu sangat luas cakupannya, maka tidak mungkin menjawabnya secara memadai dalam forum komentar. Saya akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara ringkas di sini, dengan merujuk pada beberapa sumber.*

Arti dari Alkitab (2)
Kata Inggris bible (alkitab) berasal dari kata "biblion," yang berarti kitab atau gulungan. Nama itu berasal dari "byblos," yang menunjuk pada pohon papyrus yang banyak tumbuh di rawa-rawa atau pinggiran sungai sepanjang sungai Nil. Bentuk jamak "biblia" digunakan oleh orang Kristen yang berbahasa Latin untuk menunjuk pada semua kitab PL dan PB.
Kata Kitab Suci merupakan terjemahan dari kata Yunani graphe, yang artinya adalah tulisan. Di PL tulisan ini diakui memiliki otoritas yang besar (contohnya di 2 Raj. 14:6, 2 Taw. 23:18, Ezr. 3:2, Neh. 10:34). Tulisan-tulisan dari PL kemudian dikoleksi dalam tiga grup yang disebut Kitab Hukum, Kitab Para Nabi, dan Tulisan-tulisan (atau Mazmur). Keseluruhannya berjumlah 39 kitab. 
Tulisan-tulisan ini, yaitu Kitab Suci, secara formal disatukan dalam kumpulan kanon PL, dan menurut para ahli telah diterima secara luas oleh masyarakat Yahudi pada zaman Yahudi sejak abad 3 SM. Yesus juga mengakui secara tidak langsung otoritas PL dengan menyebutnya sebagai "Taurat dan kitab para nabi."
Di PB kata kerja Yunani grapho digunakan kira-kira 90 kali untuk menunjuk pada Alkitab. Sedangkan kata benda graphe digunakan 51 kali di PB, dan hampir secara eksklusif digunakan untuk Kitab Suci. Di PB, kata itu digunakan untuk penujuan yang beragam: Kitab Suci menunjuk pada semua bagian Kitab Suci secara kolektif atau bagian secara individu dari Kitab Suci. 
Ungkapan "Kitab Suci berkata" berarti hampir sama dengan mengutip perkataan Allah (mis. Rm. 4:3, 9:17, 10:11, Gal. 4:30, 1 Tim. 5:18). Istilah-istilah lain yang dipakai adalah Kitab Suci (Rm. 1:2), dan "tulisan-tulisan yang sakral" (Yun. Hiera grammata, 2 Tim. 3:15). Ayat klasik, 2 Tim. 3:16 menekankan bahwa tulisan-tulisan ini bukan merupakan tulisan biasa tetapi pada faktanya "dinafaskan oleh Allah", dengan demikian tulisan itu berotoritas.
Namun demikian toh sering muncul pertanyaan tentang peran Alkitab pada masa modern ini, untuk itu mari kita lihat dulu pengertian Alkitab secara tradisional.

Pengertian Alkitab secara tradisional (1)
G.D. Kaufman mengusulkan bahwa pengertian tradisional tentang Alkitab mempunyai 3 taraf:
i. Pertama, secara tradisional Alkitab terkaitkan dengan pandangan global mengenai dunia sebagai milik Tuhan. Maka melalui kaitan itu Alkitab menyodorkan suatu pandangan tentang dunia, suatu orientasi hidup yang menyeluruh.
ii. Kedua, Alkitab berlaku sebagai sumber bahan definitif yang dapat dimanfaatkan, bila dicari bimbingan dalam segala macam masalah yang menyangkut kebenaran, moralitas dan lain-lain. 
iii. Ketiga, Alkitab dianggap sebagai sumber kewibawaan untuk teologia. 
Menurut Kaufman, pokok (ii) itu bergantung kepada (i) dan (iii) bergantung kepada (ii). Tetapi pokok (i) itu rupanya tidak laku lagi pada masakini. Manusia modern tidak lagi mengorientasikan diri kepada dunia melalui kerangkaian (struktur) pemikiran Alkitabiah, terutama karena kerangkaian yang disediakan oleh ilmu pengetahuan, sosiologi dll. 
Lalu masih perlukah umat Kristen membaca Alkitab, dan kalau ya bagaimana sebaiknya?

Bagaimana sebaiknya membaca Alkitab?
Jawaban penulis, tentu masih perlu membaca Alkitab, namun bagaimana caranya?
Dari pengalaman penulis, cara terbaik untuk membaca Alkitab adalah melihatnya sebagai "roti" dari sorga. Izinkan penulis mengutip pemazmur:

Mazmur 34:8 
Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya TUHAN itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya! 

Melalui Alkitab, kita mengenal TUHAN YHWH yang hidup dan mahakuasa dan yang begitu mengasihi kita manusia yang penuh dosa dan kelemahan. Dan Ia rela turun ke dalam dunia yang gelap untuk menyelamatkan kita. Bukankah itu berita yang begitu luar biasa?
Karena itu saran saya kepada para pemuda yang hidup dalam era posmodern ini, ketimbang terburu-buru mencurigai para penulis Alkitab atau para nabi, mungkin lebih baik Anda mulai mengenyam kebaikan TUHAN. Atau dalam ungkapan pepatah: "proof of a pudding is in the eating." (ind: cara terbaik membuktikan enaknya kue pudding adalah dengan cara memakannya).

Bagaimana menyikapi posmodernisme
Memang banyak kaum muda dewasa ini yang sangat terpengaruh oleh pemikiran posmodernisme, yang cenderung menolak dan mempertanyakan segala bentuk otoritas, dan juga merelativisir semua klaim-klaim absolut. Dalam batas tertentu tentu boleh-boleh saja untuk bersikap kritis terhadap berbagai tatanan yang sudah usang, namun bagi umat Kristiani tidaklah sehat jika atas nama ilmu pengetahuan dan pikiran kritis lalu mereka mempertanyakan iman Kristen mereka, termasuk misalnya status Anak Allah Yesus Kristus serta historisitas kebangkitan-Nya. 
Jika ada di antara Anda yang meragukan apakah penyembahan terhadap Yesus itu warisan gereja purba atau kultus yang diadopsi kemudian, silakan baca penelitian Prof. Larry Hurtado dari Universitas Edinburgh.(3) Dan jika Anda meragukan historisitas kesaksian Alkitab tentang penyaliban Yesus, bacalah kesaksian sejarawan sekuler Josephus. (4).
Lalu adakah manfaatnya mempelajari posmodernisme? Meski tidak semua pemikir posmo berguna untuk dilacak pemikirannya, ada beberapa pertanyaan menarik yang bisa digali misalnya tentang dekonstruksi. John Caputo menulis buku yang mengandaikan: apa yang akan didekonstruksi oleh Yesus seandainya Ia turun ke bumi hari ini? (5)
Penulis sendiri lebih cenderung ke arah poskolonialisme daripada posmodernisme, antara lain karena posmodernisme agak bias ke pemikiran filsafat kontinental (Eropa) dan banyak dipengaruhi oleh eksistensialisme. Dengan kata lain, jika ada yang mengatakan bahwa posmodernisme mengajarkan orang untuk mendekonstruksi berbagai hal, maka ia mesti mulai dengan mendekonstruksi dirinya sendiri. 
Salah satu contoh yang baik untuk mempelajari Alkitab khususnya Kisah Para Rasul dari sudut pandang poskolonialisme, lihat misalnya (6).

Seputar kanon Alkitab
Kata kanon berasal dari kata Yunani (kanon), yang artinya daftar, aturan, atau standar. Kanon Kitab Suci mengacu pada koleksi 66 buku yang diterima oleh umat Kristen sebagai berotoritas. Kita menerimanya, namun bagaimana kita tahu bahwa kita memiliki koleksi kitab yang benar? Kalangan Kristen Ortodoks, Katolik dan Protestan tidak pernah sepakat mengenai PL.(7)
Sebagai tambahan persoalan, banyak ahli Kristen liberal yang menyarankan bahwa meskipun semua cabang Kekristenan menerima isi dari PB sejak abad ke-4, kriteria yang digunakan untuk persetujuan tersebut tidak lagi dapat diterima. Yang lainnya menganjurkan bahwa tulisan-tulisan Kristen kuno dan bahkan gnostik lainnya sama bernilainya dengan PB yang bersifat kanonik.** Dalam ilmu hermeneutik, hal ini disebut kritik kanon (canon criticism).(7)

Bolehkah gereja mengubah kanon? 
Sebagaimana dijelaskan oleh James Barr, secara hipotesis tentunya gereja berhak untuk itu. Namun secara praktis hal itu tidak dimungkinkan, karena proses pembentukan Kanon skriptura sudah lewat masanya, dan termasuk kepada bahan sejarah.(1)
Selain itu, menurut beliau, harus dibedakan antara prinsip skriptura dan prinsip kanon. Usul-usul supaya daftar kanon itu diubah adalah masih dilandaskan pra-duga bahwa skriptura tetap ada. Adanya skriptura itu termasuk faktor yang menyangkut hakekat atau eksistensi agama Kristen, karena berakar dalam sejarah agama itu.  Patut dicatat, bahwa pembentukan skriptura adalah lain daripada pembentukan kanon, karena pembentukan skriptura terjadi lebih awal, dan merupakan proses yang lebih penting dibandingkan dengan pembentukan kanon. (1)
Menentukan suatu kanon berarti menggariskan batas-batas skriptura secara teliti, dan membedakan skriptura itu dari tulisan-tulisan lain. Kanon atau daftar itu berfungsi untuk menertibkan kenyataan, yaitu bahwa sudah ada skriptura suci yang diakui oleh umat Allah, hanya soal-soal konkrit tentang letaknya batas-batas skriptura itu yang diselesaikan belakangan.(1)

Penutup
Mungkin artikel ini jauh dari memadai untuk membahas mengenai otoritas Alkitab khususnya dalam konteks dunia modern. Namun setidaknya, penulis dapat menyarankan kepada orang-orang muda yang mengagumi posmodernisme: Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang kamu peroleh dari posmodernisme selain nihilisme, relativisme dan skeptisisme yang tanpa harapan? Untuk tinjauan kritis terhadap posmodernisme, lihat (8).
Tuhan, di sisi lain, memberikan harapan baru bagimu di tengah dunia yang kacau dan tanpa harapan. Sebagai penutup izinkan saya menulis: Taste the bread from heaven. Yes, the bread is real. (kecaplah roti dari surga. Ya, roti ini nyata).

Psalm 119:165, "Great peace have they which love thy law: and nothing shall offend them." (Besarlah ketenteraman pada orang-orang yang mencintai Taurat-Mu, tidak ada batu sandungan bagi mereka.)

Versi 1.0: 19 juni 2016, pk. 21:01, versi 1.1: 20 juni 2016, pk. 22.52

VC

Catatan:
*artikel ini ditulis untuk dan-dan, wilefhas62, & guestx.
**misalnya adalah gerakan Jesus Seminar yang berusaha mempromosikan Injil Tomas  sebagai Injil kelima, meskipun jelas-jelas kitab tersebut bernuansa gnostik.

Referensi:
(1) James Barr. Alkitab di dunia modern. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995. Hal. 148-149; 207-209.
(2) Paul Enns. The Moody Handbook of Theology: buku pegangan teologi, Jilid I. Malang: Literatur SAAT, 2012. Hal. 185-186
(3) Larry W. Hurtado. How on Earth did Jesus become God? Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 2005. 
(4) Josephus. The Testimonium Flavianum. Url: http://www.josephus.org/testimonium.htm
(5) John Caputo. What Would Jesus deconstruct? The good news of Postmodernity for the church. Grand Rapids: Baker Academic, 2007.
(6) Ruben Munoz Larrondo. Living in two worlds - A postcolonial reading of the acts of the apostles. PhD dissertation submitted to Vanderbilt University, 2008. Url: http://etd.library.vanderbilt.edu/available/etd-07172008-161250/unrestricted/PhDDissertationRubenMunozLarrondo.pdf
(7) William W. Klein, Craig L. Blomberg, Robert L. Hubbard, Jr. Introduction to Biblical Interpretation. Dallas: Word Publishing, 1993. Hal. 53-59
(8) https://imungsaputra.wordpress.com/2010/01/29/tinjauan-kritis-alkitabiah-terhadap-konsep-tentang-tuhan-dalam-pandangan-post-modernisme/
__________________

Dari seorang hamba Yesus Kristus (Lih. Lukas 17:10)

"we were born of the Light"

Prepare for the Second Coming of Jesus Christ:

http://bit.ly/ApocalypseTV

visit also:

http://sttsati.academia.edu/VChristianto


http://bit.ly/infobatique

DAN-DAN's picture

@Victorc. Menurut saya, permasalahannya bukan disitu.

Anda Menulis:

Memang banyak kaum muda dewasa ini yang sangat terpengaruh oleh pemikiran posmodernisme, yang cenderung menolak dan mempertanyakan segala bentuk otoritas, dan juga merelativisir semua klaim-klaim absolut. Dalam batas tertentu tentu boleh-boleh saja untuk bersikap kritis terhadap berbagai tatanan yang sudah usang, namun bagi umat Kristiani tidaklah sehat jika atas nama ilmu pengetahuan dan pikiran kritis lalu mereka mempertanyakan iman Kristen mereka, termasuk misalnya status Anak Allah Yesus Kristus serta historisitas kebangkitan-Nya.

Saya:

Mengapa hanya dalam batasan tertantu kita boleh kritis Pak? Apa yang membuat kita tidak boleh kritis terhadap hal apapun? Dan hukum apa yang melarang hal itu? Tatanan usang itu apa Pak? Dalam kategori apa kita bisa menyebut satu hal sudah usang atau belum? Bukankah sikap kritis adalah juga suatu bentuk pertanyaan? Mengapa tidak kita jawab saja pertanyaan itu jika memang kita bisa menjawabnya? Bukankah malah kita bisa memberikan jalan keluar bagi orang tersebut?

Jika ada orang yang mempertanyakan iman mereka termasuk soal status ke-Allah-an Yesus, kenapa tidak sehat? Jika kita punya jawabannya maka orang yang mempertanyakan tersebut akan menjadi lebih mengerti. Jika tidak ada jawabannya maka apakah lantas kita bilang pertanyaan itu bukan pertanyaan sehat? Apakah karena pertanyaan itu bisa memperkecil keimanan maka dianggap tidak sehat?

Baiklah anggap saja pertanyaan seperti itu tidak sehat karena bisa memperkecil keimanan, lantas apakah pertanyaan seperti itu bisa hilang dari benak sang penanya? Saya rasa tidak bisa. Si penanya hanya dibungkam saja. Pertanyaannya akan selalu ada di otak si Penanya.


Anda menulis:

Mungkin artikel ini jauh dari memadai untuk membahas mengenai otoritas Alkitab khususnya dalam konteks dunia modern. Namun setidaknya, penulis dapat menyarankan kepada orang-orang muda yang mengagumi posmodernisme: Tanyakan pada dirimu sendiri, apa yang kamu peroleh dari posmodernisme selain nihilisme, relativisme dan skeptisisme yang tanpa harapan? Untuk tinjauan kritis terhadap posmodernisme, lihat (8).
Tuhan, di sisi lain, memberikan harapan baru bagimu di tengah dunia yang kacau dan tanpa harapan. Sebagai penutup izinkan saya menulis: Taste the bread from heaven. Yes, the bread is real. (kecaplah roti dari surga. Ya, roti ini nyata).

Saya:

Menurut saya tidak selalu akan berakibat pada 3ketiga hal tersebut.

Tapi baiklah, katakanlah akan berakibat pada 3 hal tersebut. 3 hal tersebut adalah efek atau katakanlah lebih jauh sebagai konsekuensi atau akibat. Suatu akibat hanyalah mengikut saja Pak. Yang menjadi pertanyaana adalah "penyebab"nya. Jika kita bicarakan akibatnya maka menurut saya kurang nyambung dengan permasalahannya.

Alih2 membicarakan akibatnya maka menurut saya lebih baik menjawab pertanyaan2 dari "Postmodernisme". Menjawab dengan menunjukkan secara rasional maupun logika dimana letak ketidakbenaran/inkonsistensi dari jalan pikir pertanyaan atau pernyataan2 tersebut.

Saya sering dan bahkan sangat sering membicarakan/mendiskusikan/mendebatkan suatu persoalan yang ujung2nya pembahasannya menjadi kurang nyambung karena yang dibahas bukan pokok persoalaannya melainkan akibatnya.

Sekarang katakanlah bahwa jika kita membahas keabsahan ke-Allah-an Yesus akan mengakibatkan suatu relativism dalam hal ini. Lalu katakanlah kita tidak membahasnya lagi. Pertanyaan saya adalah: Jika kita tidak membahasnya lagi, maka apakah dengan cara tidak membahasnya maka ke-Allah-an Yesus menjadi otomatis absah? Kan tidak juga Pak. Maka permasalahan sesungguhnya belum terselesaikan. Kita hanya menghindari permasalahan. Alih2 menghindar, menurut saya lebih baik kita menyeslesaikannya.

 

Apakah dengan kita percaya Allien(baca: harapan) itu ada maka akan menjadi benar2 bahwa Allien(Baca: harapan) itu ada?

Atau

Apakah dengan kita tidak percaya bahwa Allien(baca: harapan) itu ada maka akan menjadi benar2 bahwa Allien(baca: harapan) itu tidak ada?

Atau

Apakah dengan saya berkata bahwa saya tidak tahu bahwa Allien(baca: harapan) itu ada atau tidak itu akan berbahaya karena menjadikan Allien(baca: harapan) menjadi ada?

Atau

Apakah dengan saya berkata bahwa saya tidak tahu bahwa Allien(baca: harapan) itu ada atau tidak itu akan berbahaya karena menjadikan Allien(baca: harapan) itu menjadi tidak ada?

 

 

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...

Andreas22's picture

Menurut saya menganggap

Menurut saya menganggap membaca Alkitab seperti "roti" dari sorga mungkin memang bagus tetapi harus ada kesadaran pembaca juga bahwa firman yang ada di Alkitab itu memang penting untuk kehidupan Rohani kita. Khususnya untuk para anak muda jaman sekarang yang cenderung lebih mengabaikan tentang firman Tuhan yang ada di Alkitab.

Kita harus membuka pikiran para anak muda generasi sekarang dan masa depan agar mereka sadar dan mempunyai hati untuk Tuhan lewat firman yang ada di Alkitab. Sekarang banyak aplikasi Rohani yang bisa membimbing pembaca untuk lebih mudah memahami dan lebih dekat dengan Tuhan. Tapi semua kembali kepada kesadaran diri sendiri untuk bagaimana mengutamakan Tuhan sebagai Juru selamat kita

DAN-DAN's picture

@Andreas22, membuka pikiran

Setuju Pak, membuka pikiran.

Yang saya banyak temui sekarang, orang tidak setuju sama satu orang/kelompok/hal tapi tidak bisa menjawab atau menerangkan dimana salahnya hal tersebut. Jika kita tidak bisa menjawab pertanyaan dari hal tersebut, bagaimana kita bisa membuka pikiran orang itu?

Sebaliknya menurut saya, secara fair, jika mereka menerangkan dan kita tidak bisa membuktikan bahwa mereka salah, maka sebaiknya kita tidak menyalahkan mereka.

 

__________________

Saya Suka Bebek Panggang...

victorc's picture

@Andreas22

Trims komentarnya. Ya memang berbagai apps bisa berguna untuk membantu anak-anak muda untuk memahami pesan Alkitab. Lihat http://android.sabda.org
__________________

Dari seorang hamba Yesus Kristus (Lih. Lukas 17:10)

"we were born of the Light"

Prepare for the Second Coming of Jesus Christ:

http://bit.ly/ApocalypseTV

visit also:

http://sttsati.academia.edu/VChristianto


http://bit.ly/infobatique