Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Aku Rela Masuk Neraka

ronggowarsito's picture

Jumat sore.
Pukul setengah lima.
Kutelepon isteriku.
"Hari ini Mama pulang sendiri lho, ya," kataku mengingatkannya tentang acara yang sudah kurencanakan beberapa hari yang lalu.
"Iya, sayang...," jawabnya.
"Udah dapat tumpangan pulang? Atau mau naik angkot aja?"
"Gampang itu."
"Ati-ati ya."
"Iya. Jangan lupa, bawakan aku kerapu."
"Hehehe...," aku hanya bisa nyengir mendengar itu.
"Dah, ya. Muach..."
"Muach..."

Peralatan sudah siap di bagasi.
Siap meluncur ke lokasi.
Menyusuri jalan arteri.
Menuju -6 57 50.93, 110 22 39.07.

Tak berapa lama kemudian aku sampai. Kulihat tiga orang temanku sedang asik ngobrol di gubuk tepian tambak. Mereka melambaikan tangannya melihat kedatanganku.
"Udah lama nunggu, Pak Haji?" tanyaku pada salah seorang dari mereka.
"Ah, belum lama. Kami juga baru saja datang kok," sahutnya ramah. Kami memanggilnya "Pak Haji" sejak dia pulang dari perjalanannya ke tanah suci tiga tahun yang lalu. Sebelum menikah dia adalah seorang Katolik, bahkan sampai sekarang di KTP-nya masih tertera nama baptisnya: Martinus. Nama itu bisa saja disingkat menjadi M karena penyebutan M setelah gelar Haji hampir selalu berarti: Muhammad. Tapi hal itu tidak dilakukannya. Apalah arti sebuah nama, katanya dulu waktu kutanyakan padanya kenapa masih memakai nama baptisnya itu.

"Perahunya mana?" tanyaku sambil celingukan.
"Tuh, lagi dipakai Pak Nur nyari udang buat umpan," kata Koh Hin temanku yang pemilik tambak sambil menunjuk tepi tambak sebelah ujung yang agak tertutup rimbunan mangrove.
Tak berapa lama kemudian, Pak Nur si penjaga tambak mendekat dengan perahunya.
"Ayo, cepetan naik! Udah gatel nih, aku udah lama ngga mancing," seru si Edi, temanku yang satu lagi.

Kami berempat langsung menyeberangi tambak dengan perahu. Oleh Koh Hin tambak ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian tambak yang sedang kami seberangi ini adalah tambak bandeng. Tiap kali panen, bandeng yang berukuran besar dipisahkan lalu dipindah ke tambak sebelahnya, sedangkan yang berukuran kecil dan sedang dijual ke restoran atau kolam pemancingan yang sudah memesannya. Hasilnya buat beli bibit, pakan, dan upah penjaga. Koh Hin sendiri tak pernah mengambil bagian keuntungan dari penjualan hasil panen. Yang penting kita punya tempat mancing kapanpun kita mau, katanya suatu saat.

Sudah sampai.
Kami naik ke lapak bambu berukuran 2 meter x 3 meter yang memang dibuat khusus untuk tempat mancing.
Ritual langsung dimulai.
Kupasang reel pada rod, menyulamkan braided line pada tiap ring-nya, lalu menyambungnya dengan shock leader. Kupilih popper yang berpenampilan paling cantik dan seksi sore itu, kemudian kuikatkan pada ujungnya.
Targetku kali ini berbeda dengan tiga temanku yang lain. Mereka mancing bandeng, umpannya pelet dan roti tawar, dan tentunya sudah pasti akan lebih mudah mendapatkan ikan. Sedangkan aku ingin mencoba peruntungan dengan casting, targetnya kakap putih dan kerapu. Selain bandeng berukuran besar, bagian tambak yang ini juga sengaja diisi kakap putih dan kerapu untuk target mancing. Bagi para petani tambak, kedua ikan liar ini adalah hama, predator bagi bandeng peliharaan mereka. Kakap putih dan kerapu tidak akan memangsa bandeng berukuran besar, jadi tidak masalah bila mereka digabung dalam satu tambak.

Langit mulai meredup.
Aku siap beraksi.
Kulemparkan popper sejauh mungkin, retrieve perlahan-lahan, diselingi beberapa sentakan agar umpan berkecipak di permukaan. Berharap ada sambaran kakap putih atau kerapu yang tertipu dengan penampilan dan goyangan maut sang popper. Kuulang lagi sekali, dua kali, tiga kali,...
Sampai satu jam lebih.
Lengan dan pinggangku sudah terasa pegal. Meski beberapa kali popper diganti, tak ada satupun ikan yang mau menyambarnya. Sementara kulihat ketiga teman-temanku sudah berkali-kali strike bandeng.

Lelah ber-casting, aku mengganti rangkaian dengan mata kail tunggal. Kupasang umpan udang hidup, lempar ke tengah, lalu kubiarkan udang itu berenang sesukanya. Aku pasrah. Terserah, mau disambar haleluya, tidak disambar juga tidak apa-apa. Namanya juga usaha. Kukendorkan drag dan kusandarkan joran di antara tonggak-tonggak kayu yang menyangga lapak.

Aku merebahkan punggungku di atas anyaman bambu. Pak Haji masih asik mancing di sebelahku.
"Yang sabar ya, dik...," kata Pak Haji sambil tersenyum menggodaku.
"Kasih itu sabar, Pak Haji...," balasku. Senyum Pah Haji bertambah lebar. Kurasa dia teringat pelajaran Sekolah Minggu atau katekisasinya dulu.
"Tapi ingat, dia tidak cemburu lho," Koh Hin menimpali. Aku terkekeh.
"Juga tidak memegahkan diri dan tidak sombong...!" seru Edi sambil menyentakkan jorannya. Serentak kami menoleh ke arahnya. Strike lagi dia rupanya. Dialah yang paling sering strike di antara mereka bertiga.

Sampai menjelang pukul 9, tak ada satupun ikan yang menyambar pancingku.
Kukeluarkan joranku yang lain lalu kupasang rangkaian untuk mancing bandeng.
"Wah, akhirnya mancing bandeng juga, ya," komentar Koh Hin.
"Paling enggak ngangkat satu, deh. Biar sah mancingnya kan harus ngerasain tarikan ikan," sahutku sambil tertawa.
Kulempar pancing ke tengah tambak.
Benar juga, tidak usah menunggu terlalu lama.
Kambangan obah, iwak munggah.

Cukup.
Kurasa satu saja sudah cukup.
Nikmatnya fight dengan ikan bandeng yang terkenal kuat dan lincah sudah kurasakan malam itu. Lagipula memang sudah saatnya pulang.
Kami berkemas.
Lalu menepi.

"Aku bawa pulang satu ya, Koh," ujarku sambil memasukkan ikan bandeng tangkapanku ke dalam tas plastik.
"Kok cuma satu? Bawa yang banyak aja sekalian," sahut Koh Hin.
"Udah, satu aja. Biar isteriku tahu kalau aku bener-bener pergi mancing. Hahaha...," kataku sambil tertawa. "Biarpun sebenarnya dia pengennya aku bawa ikan kerapu, bukannya bandeng," sambungku.
"Ooo, pengen kerapu ya?" tanya Edi.
"Sini, biar kusihir jadi kerapu," katanya sambil mengambil tas plastik berisi ikan dari tanganku.

Sejak usahanya bangkrut dan utangnya menumpuk, Edi jadi dekat dengan dunia mistik berbau klenik. Entah serius atau bercanda, dia mulai merapal mantera.

joko gendeng mangan watu
iwak bandeng dadi kerapu

Seteguk air putih ditenggak dari botol minumnya, lalu disemburkan ke arah tas plastik di tangannya.
"Dasar Joko Gendeng...! Nanti sampai di rumah bukannya jadi kerapu, malah busuk ikanku kena ludahmu. Aku rela masuk neraka kalau ikan ini nanti benar-benar jadi kerapu," sumpahku.
Kami semua tertawa.
Lalu pulang dengan riang gembira.
Membawa janji untuk mengulang lagi acara ini di lain hari.

Sesampainya di rumah isteriku ternyata sudah menunggu.
"Mana ikannya?"
"Ada tuh, di tas plastik."
Buru-buru dia membukanya.
Raut mukanya terlihat kecewa.
Tapi aku lega, untuk sementara aku tidak jadi masuk neraka.
Apa jadinya kalau sihir itu benar-benar ada?

ss25062010

__________________

salam hangat,
rong2

Rusdy's picture

Mancing

Kirain tadinya isinya sarat dengan teologi neraka-nerakaan, eeeh ternyata cerita yang asik untuk dibaca

PS: ternyata peta semarang di Google maps lebih akurat dibanding jakarta yak? Kalau peta jakarta, jalannya bisa nerobos rumah orang :)

ronggowarsito's picture

@rusdy, hobi yang paling alkitabiah

Rusdy, cerita ini dilatari oleh sebuah hobi, dan menurut saya hobi yang paling alkitabiah adalah mancing. 1 Korintus 13:4 menjadi dasarnya. :)

__________________

salam hangat,
rong2

sandman's picture

@ROng...

Baca blog ini, jadi ingat jaman kuliah dulu sering mancing di tanjung mas, di daerah dermaga. Dam lam dan dam baru atau kalau gak ngampul

__________________

ronggowarsito's picture

@sand, jangan-jangan...

Sandy, jangan-jangan kita dulu sering ketemu di daerah pelabuhan ya?
Sebelum lima tahun yang lalu dermaga pelabuhan tanjungmas masih bisa buat mancing, tapi sekarang sudah tidak bisa lagi karena daerahnya restricted. Dam ijo dan dam abang juga sudah tidak aman lagi karena selalu tergenang. Untungnya sepanjang pantai masih banyak tempat buat mancing gratisan.
Saya jarang ngampul di pinggiran. Kalo ngampul ya sekalian ke tengah. Berangkat dari tambak lorok, baru tikung, marina, atau korowelang kendal.
Baru-baru ini seorang teman ngajak trip ke karimunjawa. Tadinya saya iyakan, tapi karena dia nganten anyar dan begitu tahu dia bawa istri mau sekalian bulan madu, saya buru-buru batalkan. Takut ngga konsen hahaha...

__________________

salam hangat,
rong2

sandman's picture

@Rong mancing...

Dulu di jaman kuliah dam lama itu memang sudah sering terendam air, biasanya kalau mancing di dam lam jam-jamnya air pasang memang selalu terendam, air bisa mencapai ketinggian lutut orang dewasa. Asiknya mancing disana, kita bisa mencari spot masing-masing.  Dam lama ini penuh tantangan, dari air yang setinggi lutut, pijakan kaki yang gak selalu rata, di tambah ombak yang di akibatkan oleh kapal yang berlabuh menjadikan kegiatan memancing mempunyai lebih nilai tambah.

Berbeda dengan dam baru, dimana tempatnya bisa dijadikan untuk berkamping dadakan, luas dam yang relatif lebar bisa di buat untuk mancing berkelompok, lumayan nyaman karena bisa bawa perlengkapan lebih banyak.  Walaupun dam baru ini nyaman tapi saya kurang menyukai tempat tersebut, banyaknya orang, dan spot yang kurang bersahabat membuat saya malas memancing di daerah itu.

Pernah ada kejadian yang buat saya masih bertanya-tanya sampai saat ini. Waktu itu kami mancing di dam baru. Sebenarnya saya tidak menyetujui untuk mancing di dam baru, tapi karena mayoritas memilih dam baru, mau gak mau sayapun ikut disana. Sialnya, di perjalanan menuju dam baru, hujan mulai turun, dan bertambah deras ketika kita berada di dam baru. Saat itu saya hanya melihat ada 2 atau 3 kelompok pemancing di dam baru itu termasuk kelompok kami. Di tengah hujan angin dan kedinginan yang mendera, teman-teman menganjurkan untuk kembali ke pinggir pantai, namun apa hendak di kata, kami harus mengurungkan niat kami ke pinggir pantai, tidak ada satupun perahu nelayan yang lewat.

Akhirnya kami memutuskan untuk tetap bertahan disana, sambil sekali-kali melemparkan umpan ke laut, di tengah asyiknya memancing di tengah hujan, tiba-tiba terdengar suara perempuan yang menawarkan makanan berjalan di belakang punggung kami, kami semua cuek. Tak berapa lama kami baru sadar, jika kami gak pernah melihat satupun perahu nelayan yang berhenti di dam baru, kami cuma bertanya ke kelompok pemancing lain apakah tadi ada perempuan yang lewat sana, ternyata jawabannya tidak.

Malam itu kami semua memancing dengan pikiran yang bertanya-tanya, sampai pulang ke kostpun kami semua masih mempertanyakan hal itu, bagaimana perempuan itu bisa lewat ke dam baru tanpa memakai perahu sambil membawa bakul dagangannya.

__________________

ronggowarsito's picture

@sand, aneh

Sand, ada satu kejadian nyata waktu itu yang tidak saya ceritakan di blog saya ini.
Sekitar pukul 8 kami melihat seseorang naik sepeda dengan kencang dari kejauhan sambil berteriak-teriak. Sampai-sampai Pak Nur terlihat keluar dari gubuknya. Orang itu berhenti, bercakap-cakap sejenak dengan Pak Nur, lalu pergi.
Setelah menepi, kami sempat bertanya pada Pak Nur tentang kejadian tadi. Dia bilang orang itu ketemu 'penjaga tambak', orangnya tinggi, besar, dan hitam. Biasa, kata Pak Nur, ngajak kenalan.
Banyak kok, cerita tentang penampakan aneh yang dialami pemancing di daerah itu. Mulai dari yang ketemu orang nawarin bakso (opo tumon, ada tukang bakso jualan sampe ke tengah daerah tambak yang sepi dan jauh dari perkampungan?), sampai yang permisi minta api buat nyalain rokok lalu tau-tau orangnya menghilang di ujung dam.
Saya sendiri gak pernah ngalami kejadian aneh kayak gitu. Yang pernah ya kena patil ikan sembilang pas di telapak kaki. Sakitnya minta ampun, tembus ke ubun-ubun, sampe sama sekali ga bisa tidur 2 hari. :)

__________________

salam hangat,
rong2

PlainBread's picture

kambangan

Kambangan obah, iwak munggah. Artinya apa, rong? Saya tahunya cuma iwak. Iwa-K :D

Terakhir mancing di Indo itu di waduk dekat Sukabumi, waduk yang kadang orang nyelam ke dasar untuk ambil metal baja.

ronggowarsito's picture

@PB, semboyan

Kambangan (pelampung) obah (bergerak), iwak (ikan) munggah (naik/terangkat, terpancing).
Ini adalah semboyan. Sebenarnya banyak semboyan lucu-lucu di kalangan pemancing. Nanti deh, kalo sempat masing-masing semboyan saya bikin jadi blog sendiri, biar jelas. :)
Tahukan anda, prinsip yang dipakai para pemancing adalah sama dengan prinsip yang diyakini banyak ilmuwan, yaitu : dimana ada air, di situ ada kehidupan. Hehehe...

__________________

salam hangat,
rong2

dReamZ's picture

rong,

gw ga pna mancing, jd gw ga tau gw suka ato kaga. Tapi gw suka kata2 lo ma plain yg ini:

Tahukan anda, prinsip yang dipakai para pemancing adalah sama dengan prinsip yang diyakini banyak ilmuwan, yaitu : dimana ada air, di situ ada kehidupan. Hehehe...

^^

HASLAN's picture

+1 Om ronggowarsito... Mantaps..!!!

                   Aku rela masuk neraka kalau ikan ( bandeng) ini nanti benar-benar jadi kerapu," sumpahku.

 

 

             Aku Suka yang  INI..!!!

 

 

 

 

__________________

Masih belajar............

Bila salah tolong diperbaiki.......

Bila melenceng tolong ditegur...

God Bless Us...

HASLAN's picture

@minie...!!!

         Kalo saya salah tentu saja kamu boleh menegur ataupun berdebat di blog saya.

 

I said : Monggo..!!!

 

Tapi kamu juga jangan belajar teladan dari Nabi Palsu yang sudah mengenalkan budaya debat kusir dan muter-muter ngga karuan, emm itu dulu deh masukan dari saya bro.

 

I said : coba cek seluruh Blog I. I paling malas DEBAT...!!! Ngabiskan DUIT di WARNET ( he...he...he...) en Energi.

Mending I makan nasi Goreng..!!!

 

                 Setuju..!!!???

Saya yakin anda TIDAK SETUJU

(hiks...hiks...hiks...)

 

                                              (Ngacir)
                                                  .…

                                               !!!!!!!!

                                               ????

 

__________________

Masih belajar............

Bila salah tolong diperbaiki.......

Bila melenceng tolong ditegur...

God Bless Us...