Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Sutradara

Pak Tee's picture

            Aku tidak heran. Paman ditangkap polisi. Keluarga korban yang lapor kalau korban sudah dua hari tidak pulang,  dan beberapa saksi mata mengatakan bahwa pamanlah yang terakhir terlihat bersama korban. Paman tak bisa mengelak. Alibinya tak bisa dibuktikan kebenarannya.

            Aku takjub, tak habis pikir. Di TV paman tampak begitu tenang. Ia mengaku. Seperti petugas upacara membacakan teks Sumpah Pemuda. Seperti seorang pahlawan dia bercerita tentang kronologi peristiwanya.

             “Jadi Anda actor intelektual di balik ini semua?”

              “Ya!”

              “Kalau begitu katakan siapa saja yang telah membantu Anda!”

              “Tidak ada!”

           “Tidak ada? Katakan saja! Atau Anda ingin hukuman Anda jadi lebih berat jika Anda ketahuan berbohong?”

              “Demi Tuhan, Pak!”

  “Jangan bawa-bawa nama Tuhan!”

              “Saya pelaku tunggal!”

          Sungguh! Sekali lagi aku begitu takjub dengan paman. Paman tidak menyebut namaku. Paman juga tidak menyebut nama Pak Nur. Bahkan paman telah berani menyebut nama Tuhan…..

 

******

 

Ini penuturan paman pada polisi :

                “Dia seperti hantu bagi saya, Pak! Setiap saat menghubungi saya dan minta saya segera menikahinya. Katanya dia hamil. Coba Pak, mau ditaruh dimana muka saya? Istri saya bisa marah besar…!”

                “Apa dengan kejadian ini Anda tidak justru sedang membunuh Istri Anda juga?”

                “Itulah, Pak!”

                “Itulah bagaimana?”

                “Istri saya sangat pecemburu!”

               “Oke! Jadi Anda  memang telah merencanakan membunuh perempuan itu?”

                “Terpaksa, Pak!”

                “Tak usah banyak alasan! Anda telah merencanakan membunuhnya kan?”

            “Iya, Pak! Beberapa hari sebelumnya saya bikin lobang untuk menguburnya, lalu saya bawa dia kesana. Saya bohongi dia bahwa saya mau beli tanah!”

                “Lalu?”

                “Saya pukul dia pakai batu, lalu saya cekik!”

                “Dan foto-foto di hape ini?”

                “Untuk kenang-kenangan, Pak. Saya ambil hapenya, saya pakai untuk ambil gambar sebelum dia saya kuburkan!”

                “Anda tahu pasal untuk Anda? KUHP 340! Pembunuhan berencana! Anda tahu ancaman hukumannya?”

                Paman diam saja.

                “Hukuman mati!”

                Paman seperti tak mendengar kalimat itu.

                Polisi pemeriksa itu memandang paman agak lama, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya.

                “…..Saya pikir kita butuh seorang psikiater!”

 

*******

 

Ini pengakuanku pada paman :

                “Beres, Paman! Dompetnya saya buang ke sungai. Ini hapenya. Saya pakai ambil foto sebelum saya kubur, untuk bukti pada paman!”

 

*******

 

Jika proses verbalnya selesai, rekonstruksi segera akan dilakukan. Pemeriksaan terhadap paman sendiri belum selesai, tapi pagi ini ada tamu istimewa untuk paman. Paman hampir mati berdiri melihatnya.

                “Lastri? ….Bagaimana mungkin kamu masih hidup?” 

                Perempuan itu mendekat, dan menampar sekeras-kerasnya muka paman. Paman sempoyongan, nyaris jatuh. Penjaga segera menarik tangan perempuan itu. Perempuan itu berteriak, “Aku bukan Lastri!!! Aku Fitri saudara kembarnya! Aku tidak rela kau membunuh kakakku! Aku tidak rela….!!!!”

                Penjaga menarik tangan perempuan itu keluar ruangan.

                “Ibu mengacau disini! Ibu harus pulang!”

                “Tidak! Saya mau bertemu pimpinan!”

 

******

 

             Paman tidak tega membunuh Mbak Lastri, perempuan selingkuhannya itu. Ia memaksa kami, aku dan Pak Nur, melakukannya. Aku tidak tega melakukannya, Pak Nur juga tidak. Tapi kami suka uang paman. Aku memaksa Pak Nur untuk menerima uang upah dari paman, karena aku butuh bayar SPP dan Pak Nur butuh bayar hutang. Aku bujuk Pak Nur dengan analogi cerita suap politik uang ketika pemilu, aku dan Pak Nur masih bisa menerima uangnya, sedangkan pilihan kita tetap bisa sesuai hati nurani (di bilik siapa yang tahu? Selain kita dan Tuhan?)

                Tentang Mbak Lastri, Mbak Lastri tidak punya saudara kembar, dia juga tidak sedang hamil.

 

__________________

Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!

Purnomo's picture

BUKAN MAIN

Pemilik situs ini harus bangga disinggahi Pak Tee dan dititipi cerita-cerita minimalisnya bermutu maximalis.

Pak Tee's picture

Kepala meledak!

Terima kasih, Pak Pur apresiasinya. Komentar yang luar biasa. Semoga tidak membuat kepala sy membesar, dan akhirnya meledak: dar! (Just guyon!). Sy masih belajar. Terima kasih atas suplemen penambah semangatnya.

__________________

Seperti pembalakan liar, dosa menyebabkan kerusakan yang sangat parah dan meluas. Akibatnya sampai ke generasi-generasi sesudah kita. Aku akan menanam lebih banyak pohon!