Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Doa ?

moron's picture

Saya seorang (mantan) karismatik. Pernah ada periode dalam hidup saya dimana saya selalu berusaha "mendengarkan suara Tuhan"; entah itu benar-benar suara Tuhan atau khayalan saya saja.

Setelah periode itu usai, saya tidak terlalu memikirkan hal itu. Kadang suara itu datang dan saya ikuti, kadang suara itu datang dan saya tidak ikuti. Tetapi semuanya mengalir begitu saja tanpa suatu beban seperti dahulu.

Kemarin, ketika sedang bersantai di rumah, tiba-tiba datanglah si suara. Dia meminta saya membaca halaman-halaman tertentu di sebuah buku karangan Philip Yancey berjudul "Doa - Bisakah Membuat Perubahan ?". Karena saya juga lagi nganggur dan santai, saya ikuti saja si suara ini.

Setelah beberapa halaman sesuai "request" suara ini, saya terantuk pada sebuah paragraf di halaman 261.

Seorang teolog percaya bahwa "Allah bertindak sebagai tanggapan atas doa, tetapi tidak dapat diprediksi". Alternatifnya adalah, satu, Allah dapat bertindak sendiri dengan mengabaikan kita dan doa kita; atau, dua, Allah bisa saja meninggalkan masalah sepenuhnya pada kita. Kedua alternatif ini sama-sama tidak enak untuk dipikirkan.

Membaca ini membuat saya teringat pada komitmen saya sekitar sebulan lalu. Saya berkomitmen untuk berdoa syafaat bagi seorang teman yang sudah lama sakit. Tapi, karena saya memang bukan tipe orang yang tekun, sering kali saya lupa dan menyesali kelupaan saya esok harinya.

Komitmen ini membuat saya menyadari bahwa lebih gampang untuk berjanji sesuatu daripada melakukan sesuatu secara terus-menerus. Lebih gampang untuk melakukan satu perbuatan baik secara sekaligus daripada melakukan perbuatan remeh tetapi secara konstan.

Kemudian saya berpikir, "Apa gunanya berdoa syafaat kalau hasilnya tidak bisa diprediksi ?". Lebih lanjut saya berpikir bahwa ya, tulisan Yancey ini, walau tidak enak didengar, memang berdasarkan fakta. "Tapi jika memang benar seperti itu, kenapa alkitab menganjurkan kita untuk berdoa setiap waktu ?".

Dengan pikiran-pikiran ini berkecamuk di kepala, saya meneruskan membaca buku itu sampai bagian itu habis. Di akhir bagian, Yancey mencontohkan aktivitas doa dari Monika, ibu dari St. Augustinus. Doa-doa Monika dijawab oleh Tuhan, tetapi dengan cara yang sama sekali tidak sesuai dengan apa yang didoakan. Monika berdoa agar Augustinus tidak ke Roma, tapi Augustinus tetap pergi. Malah dari perjalanan itulah Augustinus menjadi seorang Kristen.

Somehow saya jadi berpikir bahwa selama ini saya telah salah memahami doa.

Ketika berdoa, saya selalu bingung mengenai topik doanya. Saya berpendapat bahwa jika Allah mengetahui segala sesuatu, untuk apa saya mengulang-ulangi hal-hal yang telah Dia ketahui ? "Bukankah itu akan menjadi annoying ?", begitu pikir saya. Tapi di pihak lain, jika semuanya sudah Dia ketahui. lalu apa yang hendak saya doakan ?

Karena pikiran ini, berdoa menjadi "tugas" yang tidak saya sukai. Kebanyakan dari doa-doa saya menjadi lebih mirip sekedar ungkapan syukur atau malah keluh-kesah. Jarang sekali saya meminta sesuatu; mungkin perbandingannya adalah 10% permintaan dan 90% sisanya.

Sekarang saya berpikir bahwa mungkin isi doanya apa itu tidak penting. Mungkin yang penting adalah sikap "ngeyelnya".

Apakah benar seperti itu ? Saya tidak tahu pasti, tapi itulah yang akan saya coba mulai sekarang.

 

# Update - 25 September 2012 #

Komentar dari Saudara Rusdi membuat saya banyak berpikir.

Terlahir dari keluarga campuran antara Kristen Protestan dan Katolik membuat saya tidak asing dengan ritual doa di keduanya. Salah satu perbedaan mendasar yang saya alami adalah bahwa menurut saya doa-doa di kalangan Protestan somehow terdengar lebih dinamis dan alami karena diucapkan langsung saat itu juga. Sementara sesi-sesi doa di Katolik yang saya ikuti terasa lebih membosankan karena kami hanya membaca buku doa atau mengucapkan Doa Salam Maria yang sudah dihafalkan isinya terlebih dahulu.

Ketika Rusdi menulis tentang "mantra" dan saya sendiri sedang bergumul tentang cara berdoa, somehow saya berpikir bahwa mungkin akan bagus buat saya kalau saya tulis saja hal-hal yang ingin saya doakan di selembar kertas lalu saya berdoa ala Katolik dengan membaca tulisan saya setiap hari. Pikir saya, walau hal ini menyalahi selera saya tentang "dinamis dan alami" seperti diatas, tapi setidaknya minimal hal ini bisa membuat saya tidak bingung lagi tentang "mau ngomong apa" dan semoga nantinya membuat saya disiplin untuk tidak melupakan reminder harian saya.

Ketika sedang berpikir seperti ini, ada suara dalam hati saya yang berkata begini, "Tuhan menyediakan". Bersamaan dengan suara itu, saya tiba-tiba seperti melihat adegan cerita alkitab tentang Abraham yang hendak menyerahkan Ishak di puncak gunung. Seperti kita tahu bersama, Ishak tidak jadi disembelih karena Tuhan menyediakan lembu (atau domba) untuk dikorbankan.

Lalu tiba-tiba si suara berkata, "Kamu berdoa untuk temanmu yang sakit, lalu kamu berpikir bahwa dia akan lebih mudah untuk diobati kalau dia menjadi kurus. Itu bagus tapi apakah kamu lupa bahwa ada banyak orang yang sedang menolong teman kamu ? Bagaimana dengan mereka ? Suatu hari semangat mereka bisa turun, mereka bisa saja frustasi, mereka juga orang-orang biasa yang punya kehidupan sendiri-sendiri. Tidakkah kamu merasa perlu untuk juga mendoakan mereka ?".

Saya terhenyak dan merasa bodoh karena somehow saya merasa bahwa pandangan saya terlalu sempit. Saya gagal untuk melihat masalah teman saya ini dari kacamata dia. Ya, dia sakit, dia perlu sembuh, tapi juga betul bahwa ada banyak orang yang mendukung dia dan entah kenapa saya benar-benar melupakan hal itu.

Sesi berdoa saya kemarin menjadi hidup, pertama kalinya dalam sebulanan ini. Dan saya tidak jadi membuat tulisan tentang isi doa.

Rusdy's picture

Doa Tiap Hari

"kenapa alkitab menganjurkan kita untuk berdoa setiap waktu?"

Susahnya buat saya, doa dijadikan sekadar 'mantra', yang penting doa, abis disuruh...

moron's picture

Mantra Masih Lebih Bagus

Dulu, dan sekarang pun, saya juga berpikiran seperti itu. Tapi apa daya, itulah yang terbaik yang bisa saya lakukan bulan-bulan ini. 

Hari-hari pertama ketika saya baru saja "mencanangkan" untuk berdoa syafaat bagi seorang teman, kegiatan doa saya tidak pernah putus. Tapi hari-hari itu hanya bertahan paling dua minggu saja. Sesudahnya sempat terlewat beberapa hari, sampai akhirnya saya memutuskan untuk membuat reminder di hape yang berbunyi setiap sore.

Awal-awal memakai reminder, mau tidak mau saya selalu ingat untuk berdoa. Masalahnya, "Mau ngomong apa lagi yah ? Saya saja bosen ngomongnya, mungkin Tuhan juga udah bosen dengernya".

Akhirnya saya mulai jadi "kreatif". Awalnya hanya, "Tuhan tolong sembuhkan teman saya", lama-lama jadi "Tuhan tolong supaya teman saya bisa jadi kurus dan langsing", semata karena saya percaya bahwa andai teman saya bisa kurus maka penyakitnya akan lebih gampang untuk diobati.

Tapi itu pun tidak berlangsung lama karena lama kelamaan saya terbiasa dengan reminder di hape dan mengacuhkannya. Sering saya pikir untuk "Nanti deh, lagi tanggung", terus lupa dan baru ingat ketika si reminder itu berbunyi besoknya.

Seriously, saya jadi berpikir bahwa mungkin orang-orang yang menjadikan doa menjadi semacam "mantra" itu masih lebih baik daripada "ga niat" seperti saya. Smile 

jee eiych's picture

@Moron, para murid ... 12, 70, dst sampai sebanyak sekarang

Sedemikian banyak yang teryakinkan akan Yesus Kristus bahkan kemudian mengalami siksaan dan menjadi martir. Apakah mereka sudah sedemikian lebih bodohnya percaya pada Yesus dari pada seorang Moron yang masih memikirkan bagaimana cara berdoa kepada Yesus?

Agama tetangga saya doanya paling tidak 5x lebih teratur. Mungkin lebih baik belajar berdoa ke mereka. Anehnya Tuhannya tidak mati buat mereka. Kamu yakin bahwa masalahmu adalah rajin-tidak-nya kamu berdoa?

Jika yang kamu permasalahkan adalah bagaimana kurang rajinnya kamu berdoa. Apakah yang akan Tuhan Yesus permasalahkan dengan doamu? 

moron's picture

Bagaimana ?

Saya adalah sesuai nickname yang saya pilih, "moron" alias "sangat bodoh". Jadi, maaf, saya tidak mengerti komen dari kamu. Bisa dijelaskan dengan bahasa yang lebih mudah dimengerti ?

Thank's.

jee eiych's picture

@Moron, kamu sudah melakukan penghinaan

Apakah kamu sudah pernah mencintai seseorang? Dan sebaliknya apakah kamu pernah ingin dicintai seseorang?

Jawaban dari pertanyaan itu akan berpengaruh pada jawaban atas pertanyaan selanjutnya. Apakah yang akan kamu rasakan jika orang yang mana kamu cintai tersebut mempermasalahkan di dirinya ... (berikut refleksinya)

- betapa dia tidak bisa bicara dengan kamu. Nggk ada perasaan khusus, tanpa panggilan khusus dihatinya, nggk ada perasaan rindu. Kurang lebih seperti bicara ke tembok; yang artinya kamu pasti bisa ngomong apa aja dan nggk terlalu peduli si tembok dengernya bgmn.

- Dan dia juga mengatakan bahwa jika dia berbicara dengan kamu agak-agak lupa atau kalau minta sesuatu ke kamu harus berulang-ulang bahkan supaya dia tidak lupa dia harus pasang alarm. 

Apakah seorang moron akan sulit mengerti hal ini? ... Sulitkah mengerti suatu cinta?... Terlalu sombongkah si Moron? 

moron's picture

Koq Jadi Penghinaan ?

Waduh... koq penghinaan ? Penghinaan ke siapa ?

Lalu tentang cinta... maaf, saya masih tidak paham... ini kamu berbicara tentang cinta dari siapa ke siapa yah ?

Karena yang sedang saya gumulkan sebenernya adalah bagaimana agar saya bisa berdoa. Saya berusaha, memaksa diri saya untuk berdoa, dan kalau usaha saya ini malah dianggap sebagai penghinaan atau kurang / tidak cinta, maka saya bener-bener tidak mengerti.

Ngomong-ngomong tentang cinta, saya pernah mencintai seseorang yang sekarang menjadi istri saya. Dulu saya mencintai dia, sekarang saya tidak yakin apakah saya masih mencintai dia. Tetapi saya bertahan dalam pernikahan ini semata karena saya yakin bahwa saya mencintai anak saya.

Untuk bertahan saya berusaha untuk romantis. Walau mungkin pura-pura, setidaknya saya berusaha agar pasangan saya senang. Supaya pada akhirnya anak yang saya cintai tetap mendapat kasih sayang dalam keluarga.

Saya tahu itu semuanya palsu, tapi setidaknya itu the best yang bisa saya lakukan.

Kembali ke doa, kira-kira begitulah pergumulan saya. Hanya, situasinya terbalik, saya sangat ingin bisa berdoa, cuma saya tidak tahu caranya. Oleh karena itu, saya berusaha mencoba segala cara agar bisa.

Apakah itu sebegitu salahnya sehingga dianggap menghina ? Kalau iya, so be it.

jee eiych's picture

@Moron, periksa hati, baca tentang kasih mula-mula

Hi Saudaraku Moron,

Tuhan adalah kasih. Itu adalah identitas Dia, *dari situ* kita baru bisa mengerti Dia dan *dengan itu* kita bisa mengerti mau-Nya. Doamu adalah manifestasi dari kasih kamu ke Tuhan. 

Penghinaan yang kamu lakukan adalah terhadap kasih Tuhan Yesus ke kamu. Dia pasti sedih kalau kamu bicara tentang doamu seperti itu. Apakah kesedihan Tuhan Yesus hal yg penting buat kamu?

Kalau kamu pengen Tuhan Yesus bukan sekedar tungganganmu ke surga seperti banyak orang Kristen lakukan saat ini, aku berharap kamu tidak menyerah untuk mencari lagi kemana suara Tuhan Yesus yang dulu kamu cari2 di hatimu.

Apa yang kamu alami dengan istrimu adalah hal yang serupa yang kamu alami dengan Tuhan Yesus. Kenapa saya bisa bilang begitu? Karena keduanya muncul dari hati saudaraku Moron yang sama. Pulihkanlah itu. 

Pembicaraan ini akan masuk ke areamu yang sangat private. Saya akan drop alamat email saya di message box kamu. Jika kamu ingin melanjutkan pembicaraan ini saya akan tunggu. Jangan tunda2 untuk selesaikan masalah seperti ini.

moron's picture

Thanks, But No

Oalah... ternyata tentang "kasih mula-mula", hahaha, kirain tentang apa.

Saudaraku Jee Eiych, saya sudah get over tentang "kasih mula-mula". Seperti di alinea awal blog saya ini, saya sudah meninggalkan hampir semua yang saya percaya tentang kekristenan melalui ajaran gereja karismatik.

Ada hal-hal yang masih saya pegang, tetapi ajaran tentang "kasih mula-mula" adalah sesuatu yang saya pilih untuk dibuang saja. Alasannya adalah karena menurut saya, ajaran ini hanya pas untuk remaja ababil atau wanita yang terlalu melankolis saja.

Anyway, terima kasih buat alamat emailnya.

jee eiych's picture

@Moron, be careful

Oala Moron,

Apakah kamu tau peringatan tentang kasih mula-mula ditujukan ke siapa? Baca lagi deh di Wahyu 2 (jemaat Efesus) sambil ingat-ingat apakah mereka cocok dengan gambaran jemaat kharismatik/ remaja ababil seperti yang kamu bilang.

Ingat saja, Alkitab tidak salah jika tertulis yang terdepan dan jadi yang terbelakang dan yang terbelakang akan jadi terdepan. 

moron's picture

Thank You

Saya baru saja membaca Wahyu 2 dan rasanya jemaat Efesus itu lebih mirip kamu deh, Jee Eiych. Well, it's just a matter of opinion sih, yours against mine. Wink

jee eiych's picture

@moron, jangan2 kamu benar.

Hahaha Moron,

menurutmu saya yang seperti jemaat efesus ya? Moga2 sih nggk ya.

Tapi kan kamu yg bilang udah ninggalin konsep kasih mula2... Well saya cuma ngingetin di bagian Alkitab yg mana yg membahas itu dan kamu belum menanggapi apakah kasih mula2 yg ditulis situ relevan atau tidak. Apa iya jemaat efesus seperti remaja ababil?

moron's picture

Allah ?

Ketika dulu saya di karismatik, saya diajarkan bahwa Allah adalah kasih. Dan ajaran mereka itu persis seperti yang kamu ajarkan. Kesamaannya adalah di point bahwa karena Allah adalah kasih, maka ketika kita berbicara dengan Dia, kita harus selalu tampil yang baik-baik saja, karena kalau tidak maka Allah akan tersinggung, sedih, dan mutung.

Contohnya di kasus saya, dari sudut pandang ajaran karismatik yang pernah saya terima, adalah dosa besar kalau mengatakan bahwa saya tidak bisa / ngantuk / ga niat ketika berdoa. Dosa besar karena, seperti kamu bilang, apa kira-kira perasaan Allah yang adalah kasih itu jika anak yang dikasihiNya berkata seperti itu; bahwa si anak tidak menghargai kasih dari si Allah, dan sebagainya.

Menurut saya, inilah Allah versi ababil dari ajaran kasih mula-mula yang dulu saya terima di karismatik. Inilah ajaran yang saya buang jauh-jauh karena menurut saya ajaran ini mengkerdilkan arti dari kasih.

Allah yang saya sembah tidak sepicik itu (tapi... lagi-lagi it's just a matter of opinion saja. Bisa saja saya salah dan ternyata Allah sesungguhnya adalah Allah yang saya bilang ababil tadi).

Allah yang saya percayai sebagai Allah adalah Allah yang tahu arti teriakan frustasi. Dia adalah Allah yang sama dengan yang dihina-dina oleh Ayub, disindir-sindir oleh Daud, dinego oleh Musa, dan sebagainya. Allah tipe ini saya rasa akan mengerti ketika saya berteriak, "Hei Allah, saya ingin berdoa, tapi saya tidak tahu caranya. Makanya saya ngantuk dan bosan ketika melakukan doa. Sini ajari saya".

jee eiych's picture

@moron, wah kamu kok meleset gini?

 

Saya tidak pernah bilang seperti ini: "... karena Allah adalah kasih, maka ketika kita berbicara dengan Dia, kita harus selalu tampil yang baik-baik saja, karena kalau tidak maka Allah akan tersinggung, sedih, dan mutung. " Kalau Tuhan kita kyk begitu ada karakter Tuhan yang tidak konsisten (please cek  [1tim5:18], agk perlambang sih tapi are you that moron? )

 

Saya tidak penah bilang ini : "Dosa besar " tapi "penghinaan" iya. Hal ini berbeda karena sikap hati pelaku sangat berbeda.

 

Saya tidak tulis persis tapi saya setuju : "apa kira-kira perasaan Allah yang adalah kasih itu jika anak yang dikasihiNya berkata seperti itu; bahwa si anak tidak menghargai kasih dari si Allah, dan sebagainya"

 

di bagian ini yang saya maksud sikap hatinya yang beda2. Kamu tulis: "Allah yang saya percayai sebagai Allah adalah Allah yang tahu arti teriakan frustasi. Dia adalah Allah yang sama dengan yang dihina-dina oleh Ayub, disindir-sindir oleh Daud, dinego oleh Musa, dan sebagainya. Dst".

 

Saya tambah yah: Tuhan memang ngerti tapi Tuhan tetap sedih. Jika mendengar suara Tuhan begitu merepotkan, apakah berarti kita hrs berhenti berusaha? Kalau kamu mau tinggalkan kasih mula2, bukannya Tuhan yg dulu membangkitkan itu? Apa Tuhan tdk sedih? Sedih lah.

 

Jemaat efesus adlh cerita ttg org kristen yg menerapkan standard2 apa yg valid dan tidak valid. Sampai akhirnya lupa bhw dr semula Tuhan membangkitkan petobat2 yg terlahir kembali sbg bayi dgn kasih yg mula2. Kesandung2 dan ngambek2 tp kan tetap Dia urusin.

 

Brother. Org2 yg kamu jumpai dulu mgkn sdh agk melukaimu dgn memberikan rasa guilty tp kalau memang kita selalu mau dibentuk none of that really matters. Kita bangkit lg berlari mengejar tujuan spt Paulus.

 

Awalnya kita ngomongin doa, do you honestly think it's about technique?

(ya ampun panjang bngt posting ini)

 

moron's picture

Pendapat Saya

Jee Eiych, kemarin-kemarin saya baru menjelaskan tentang kondisi saya dan apa-apa saja yang sudah saya buang.

Saya membuang ajaran kasih mula-mula yang dulu pernah saya terima dari ajaran karismatik. Tapi saya tidak membuang ajaran kasih mula-mula yang saya yakini sebagai yang benar. Cuma, kasih mula-mula yang benar menurut saya ini memang belum saya bahas dengan kamu karena menurut saya teguran kamu lebih selaras dengan ajaran kasih mula-mula dari karismatik.

Sekarang, karena diskusi kita sudah jadi panjang begini, kayaknya kita perlu menyamakan dulu persepsi kita tentang kasih mula-mula.

Saya duluan yah, saya percaya bahwa kasih mula-mula adalah tentang mengasihi orang yang berdosa. Kasih mula-mula ditunjukkan oleh Allah ketika Dia mengirim anakNya, Yesus, ke dunia kita. Yesus mempraktekkan kasih mula-mula itu di dunia dengan cara sedikit aneh di jamanNya yaitu bergaul dengan orang-orang berdosa.

Kasih mula-mula ala Yesus ini seolah gampang sekali mengampuni, asal kamu mengaku dosa dan tidak berusaha menutup-nutupinya, kamu akan diampuni. Kasih mula-mula ini seakan selalu ingat bahwa manusia itu berasal dari debu, so jangan terlalu over expectation terhadap kualitasnya.

Jadi, kasih mula-mula yang saya percaya adalah tentang kasih Allah pada kita. ketika kita mengaku percaya pada Dia, kita diharapkan untuk menyebarkan kasih jenis ini pada dunia. Bahwa kita akan menegur yang salah tetapi selalu siap memaafkan dan menolong ketika yang ditegur itu mengakui bahwa dia adalah pendosa.

Jemaat Efesus dalam pengertian saya melakukan hanya setengah bagian. Mereka semangat untuk menegur yang berdosa / sesat, tetapi saking terlalu semangat, mereka mungkin lupa untuk mengampuni. Hal ini bisa dilihat di jaman kegelapan Katolik ketika banyak orang yang dianggap sesat malah dikucilkan / disiksa / bahkan dibunuh.

Jadi, secara singkat, kasih mula-mula yang saya percayai adalah milik Allah yang saya percaya harus diteladani, bukan milik saya yang timbul ketika saya mengaku percaya pada Dia.