Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Gamelan
Shalom, saudaraku
Saat ini jam saya menunjukkan waktu pk. 21.59, menjelang pukul 22.00 wib. Menurut kebiasaan orang Jawa yang saya dengar, kalau akan membicarakan hal-hal yang bernuansa filosofis, sebaiknya di atas jam 12 malam. Semoga jam 22.00 belum terlalu sore...
Dalam tiga minggu terakhir, saya dua kali diajak teman-teman sekerja untuk ikut latihan gamelan. Awalnya saya agak ragu-ragu, karena sudah lama sekali tidak pernah berlatih memainkan alat musik gamelan. Terakhir saya ikut berlatih gamelan adalah waktu di sma pada pelajaran ekskul karawitan, tapi jujur saja sudah lupa semua :-)
Waktu latihan pertama, saya cukup senang karena ternyata latihan gamelan tidak sesulit yang saya alami waktu sma dulu. Guru gamelan yang sekarang sangat penyabar, sehingga tidak cepat gusar waktu menegur peserta yang keliru-keliru. Dan untungnya saya hanya memainkan kenong yang tidak begitu sulit.
Apa itu gamelan Jawa?
Kalau tidak salah gamelan ada beberapa jenis, ada yang disebut gamelan Jawa, gamelan Sunda dan gamelan Bali. Tapi esensinya sama, yaitu seperangkat alat musik perkusi yang dimainkan bersamaan untuk menciptakan harmoni suara. Gamelan Jawa itu sendiri memiliki riwayat yang cukup panjang, dan konon (menurut legenda) diciptakan oleh Sang Hyang Guru sendiri di Gunung Lawu. Lihat ref. [1]
Dari latihan dua kali tersebut, saya jadi teringat kembali nama-nama beberapa alat yang termasuk dalam gamelan Jawa, misalnya:
- Gong
- Saron
- Saron penerus
- Kenong
- Slenthem
- Kempul
- Kendhang
Terus saya juga belajar tangga nada Pelog dan Slendro:
- Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu: 1 2 3 5 6 [C-D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil.
- Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu: 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E F#G#A B] dengan perbedaan interval besar
Selama dua kali latihan masing-masing sekitar 90 menit, guru gamelan kami sudah melatih beberapa lagu, misalnya Srikaton dan beberapa lagu lain yang saya tidak sanggup mengingat.
Refleksi
Selama saya berlatih, saya belajar tidak hanya menghitung ketukan untuk mengetahui kapan harus memukul kenong, tapi saya juga belajar menikmati lagu yang dimainkan. Rasanya seperti sedang istirahat minum wedang di tengah sawah, diiringi gemericik sungai kecil yang mengalir. Itulah kesan yang saya dapat dari berlatih musik gamelan. Menurut ref. [1] itu yang disebut harmoni yang lembut yang merupakan ciri khas musik gamelan Jawa. Gamelan Sunda dan gamelan Bali mungkin memiliki ciri yang agak berbeda, misalnya gamelan Bali bertempo lebih cepat dan bersemangat, sementara gamelan Jawa lebih lembut.
Sepulang dari latihan tadi sore, saya jadi merenung. Mungkin Tuhan sedang mengajar sesuatu melalui latihan gamelan selama tiga minggu terakhir ini. Kalau kita mengingat bahwa alam semesta (Kosmos dengan huruf K besar) juga terdiri dari milyaran elemen yang saling berjejalin rapi membentuk tata surya, galaksi-galaksi dan juga memungkinkan kehidupan. Fisikawan menyebutnya sebagai prinsip antropik (anthropic principle), yang artinya: seluruh alam semesta diatur sedemikian sehingga memungkinkan manusia hidup di dalamnya. Tapi kita juga dapat memberikan tafsiran yang lebih filosofis, yaitu: seluruh alam semesta merupakan sebuah musik yang padu dan harmonis yang diciptakan untuk memuliakan Tuhan. Bukankah pemazmur menulis puisi tentang: Langit menceritakan kemuliaan Tuhan, dan cakrawala mengisahkan pekerjaan tangan-Nya?
Dan keteraturan dalam alam semesta itu tidak hanya kita jumpai pada skala astronomi saja, tapi juga pada skala mikro. Misalnya struktur DNA manusia menunjukkan harmonisasi yang rapi. Sehingga para ilmuwan berusaha menghubungkan kompleksitas dengan kesatuan di antara berbagai cabang ilmu pengetahuan.
Jadi saya kira memainkan alat musik etnis seperti gamelan yang tenang dan lembut bisa mengingatkan kita pada rasa kesatuan (unity) dengan Sang Pencipta. Mungkin itulah yang para pemeluk mistisisme Jawa menyebutnya sebagai: Unio Mystica. (Memang perlu diberi catatan bahwa Unio Mystica sebagaimana diyakini oleh para pemeluk mistisisme Jawa berbeda karakternya dengan Unio Mystica yang diajarkan Alkitab, tapi itu topik tersendiri).
Atau mungkin saya berrefleksi terlalu jauh? Bagaimana pendapat Anda?
Jika ada saran atau komentar, silakan kirim ke email: victorchristianto@gmail.com
28 april 2015, pk. 22:24
VC
Note: terimakasih kepada Benny, Hadi, Ody, dan Tika
Ref:
[1] http://kitunjungseta.blogspot.com/2012/04/sejarah-gamelan-makna.html
[2] Eric Chaisson. Using complexity for searching unity in all sciences. URL: https://www.cfa.harvard.edu/~ejchaisson/reprints/ASUessay_revised_for_CUP_old.pdf
Dari seorang hamba Yesus Kristus (Lih. Lukas 17:10)
"we were born of the Light"
Prepare for the Second Coming of Jesus Christ:
http://bit.ly/ApocalypseTV
visit also:
http://sttsati.academia.edu/VChristianto
http://bit.ly/infobatique
- victorc's blog
- Login to post comments
- 4325 reads
Alat musik logam yang halus
Dibanding dengan seperangkat drum yang notabene punya bahan yang sama (logam kuningan dan perkusi), gamelan menghasilkan suara yang lembut, dan gendhing-gendhingnya menenangkan, sementara kalau bermain drum menghasilkan suara yang keras, dan musiknya sering membuat pendengarnya jadi tidak tenang... :)
Jadi ingat guru gamelannya bilang kalau alat musik gamelan (gong, dlsb.) itu tidak "dipukul", melainkan "ditabuh"... Kalau dipukul, namanya jadi drum :]