Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Tukang Cuci Motor

Purnomo's picture


Mengajak orang berbicara yang membuatnya senang serta bangga atas apa yang dikerjakannya apakah bukan sebuah amal?


                Seminggu setelah libur masal Lebaran aku membawa motorku ke sebuah authorized dealer untuk diservis. Baru sekali ini aku ke mari. Biasanya ke dealer tempat aku membelinya. Aku senang ke sana walau jauh dari rumah karena setiap servis dapat snack dan teh botol gratis, ruang tunggunya luas, ber-ac dan ada sofa untuk merem-melek, disediakan 4 laptop untuk internetan. Tetapi setelah libur masal ini semua tempat servis motor antriannya panjang sekali. Bahkan datang tengah hari sudah ditolak petugas parkirnya, “Sudah penuh, Pak. Kalau Bapak maksa, kapan kami pulangnya?”

              Karena itu pagi-pagi aku ke sini saja yang dekat rumah. Aku dapat nomor antrian 12. Aku lihat daftar mekanik di dinding. Ada 10 orang, berarti tak lama menunggu. Ruang tunggunya sempit. Karena itu aku duduk di halaman luar di sebelah tempat penyucian motor. Setelah selesai servis, motor dicuci gratis.

             Ada 2 orang petugas di situ. Yang satu berbaju hitam, telinganya beranting, antara sebentar memijit-mijit BB-nya. Pasti dia tenaga honorer karena rekannya berbaju seragam dengan nama dealer itu. Sewaktu petugas berseragam ini melap motor dekat aku duduk, aku ajak dia mengobrol dan setelah arus pertukaran kata sudah mulus aku bertanya,

           ”Mas, di sini dapat berapa sebulan?”
           “Enam ratus lima puluh ribu,” jawabnya.
           “Ada uang makan?”
          “Sepuluh ribu rupiah sehari.”
          “Rumah di mana?”
          “Itu, di kampung seberang jalan.”
          “Jadi bisa makan di rumah dan uang makan utuh, sebulan 300 ribu rupiah.”
          “Sembilan ratus lima puluh ribu sebulan ya sudah lumayan,” pemuda yang jongkok di dekatku menimpali. Dia juga menunggu motornya diservis.

          “Mencuci motor ada insentifnya?” tanyaku lagi.
          “Ada, 1250 rupiah untuk satu motor.”
          “Kalau sehari dapat 20 motor sudah tambah 25 ribu sehari.”
         “Tidak selalu ramai,” katanya. “Pernah sehari hanya dapat 3 motor.”
         “Sepuluh motor sehari pasti dapat. Sebulan dapat 30 hari x 10 motor x Rp.1250 = Rp.375.000,- . Jadi akhir bulan dapat 650 ditambah 300 ditambah 375, satu koma tiga juta rupiah. Itu banyak, Mas. Tahun lalu anakku lulus kuliah cari kerja cuma ditawari 800 ribu rupiah. Paling tinggi 1,1 juta rupiah tetapi tidak ada uang makan atau uang transport. Sudah punya istri?”

         “Belum.”
        ”Punya pacar?”
        “Belum.”
         Pemuda di sampingku tertawa dan berkata, “Pasti takut penghasilannya tak mencukupi. Cari perempuan yang bisa kerja, Mas, embuh buka warung atau ngasi les anak sekolah. Kalau mau nanti aku carikan dari kampungku yang bisa kerja.”
         "Hahahahaha. Aku pergi dulu. Motorku sudah selesai,” kataku. Dan kepada pemuda itu aku berkata, “Teruskan, Mas. Kalau tidak dapat komisi hitung-hitung beramal.”

         Ya apa salahnya daripada duduk bengong menunggu, kita beramal dengan mengajak orang berbicara dan membuatnya senang serta bangga atas apa yang dikerjakannya?