Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Siapakah Kekasih Allah??

Yohanes Paulus's picture

Kita sudah banyak kali mendengar perintah mengasihi Allah. Sialnya lagi, perintah ini disusul perintah kedua yg juga sama absurdnya: mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Gimana mau mengasihi orang lain, lha wong ma diri sendiri aja kaga sayang huahahahaha.

Bagaimana caranya mengasihi Allah yg tidak kelihatan? Gilanya lagi, kita disuruh jatuh cinta kepada Allah. Bagaimana caranya mengalami kasih mula-mula??? Lama sekali saya bertanya-tanya soal ini. Kadang saya pun bertemu orang yang sama bingungnya dengan saya. "Mengasihi Allah itu kayak apa?"

Jika Allah menghendaki manusia mengasihi Dia, tentu Allah pertama-tama musti memperlengkapi manusia dengan kemampuan untuk mengasihi Dia. Lantas, jika seseorang (seperti saya, mungkin Anda tidak) kebingungan bagaimana cara mengasihi Allah, apakah ini artinya Allah lupa memperlengkali saya kemampuan untuk mengasihi Allah? Ataukah saya sebenarnya mampu, namun tidak tahu bahwa saya mampu? Atau kemampuan itu memang tidak bulit-in ketika lahir, melainkan sesuatu yang musti diraih terlebih dahulu?

"So…our entire spiritual faith is pretty much a Stockholm Syndrome?" kata Catshade seorang blogger. Duh sayang ga bisa pingback ke halaman webnya.

Perhatikan bagaimana Yahweh berusaha agar Orang Israel mengasihinya. Memang nampak seperti Stockholm Syndrome, yaitu ikatan batin antara sandera dengan penyandera. Israel telah lama diperbudak oleh Mesir dan Yahweh musti mematahkan ikatan ini dan mengalihkan Israel ke ikatan yang baru dengan-Nya. Dan memang sulit sekali bagi orang Israel untuk melepaskan ikatan dengan mesir dan mereka selalu teringat dan ingin kembali ke mesir.

Sebuah ungkapan dari Persia: "Kayu basah mudah dibengkokkan, namun kayu kering diluruskan dengan api." Manusia yang masih hidup mudah menjadi bengkok. Jika sudah terlanjur bengkok, dia harus mati, seperti kayu yang sudah kering. Setelah ia mati dan kering,  barulah kemudian panasnya api dari Allah dapat membentuk dan meluruskannya.

Mati di sini berarti matinya kehendak dari jiwa manusia. Jiwa adalah bagian dari manusia yang meliputi "Saya ingin", "Saya akan" dan "Saya merasa". Mati terhadap ketiga ini berarti manusia mengabaikannya. Bahasa kerennya "menyangkal diri". Jika saya menyangkal diri, berarti saat saya menginginkan sesuatu, saya menyangkalnya dan memilih apa yang diinginkan Allah. Ketika saya menghendaki sesuatu, saya menyangkalnya dan memilih apa yang dikehendaki Allah. Dan ketika saya merasakan sesuatu, saya mengabaikannya dan lebih memperhatikan apa yang disukai dan dibenci Allah. Tidak berarti saya kehilangan kehendak, kehilangan keinginan ataupun kehilangan perasaan. Namun dalam penyangkalan diri, apa yang saya ingin miliki, saya akan lakukan dan saya rasa tetap ada namun saya abaikan. Saya akan perbuat apa yang akan diperbuat Yesus, sebagaimana Yesus telah hidup dengan taat kepada Allah. Istilah kerennya "what would Jesus do".

Bagaimana manusia menyangkal diri dan menuruti kehendak Allah telah dicontohkan oleh Yesus selama ia hidup sebagaimana diceritakan dalam keempat Injil kita. Tapi tunggu dulu, meski sudah tau teorinya, bahwa kita harus menyangkal diri, mengapa sulit sekali melakukannya? Mana yang harus duluan: menyangkal diri dulu ataukah mengasihi Allah dulu? Ada tertulis:

Sabda Yesus : "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.
Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu. Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu.
Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamu pun akan hidup. Pada waktu itulah kamu akan tahu, bahwa Aku di dalam Bapa-Ku dan kamu di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.
Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Aku pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:15-21)

 

Segala artinya semua. Namun "menuruti segala perintah-Ku" maksudnya perintah yang mana??? Apakah Yesus menghendaki manusia melakukan semua kehendak Allah yang tertulis dalam Alkitab? Mana yang lebih dulu, "mengasihi Yesus" dulu atau "melaksanakan segala perintah dulu?" Manakah yang sebab dan manakah yang akibat? Melaksanakan segala perintah supaya layak disebut mengasihi Yesus? Ataukah mengasihi Yesus supaya otomatis melaksanakan segala perintahnya?

Ketika naksir berat lalu jatuh cinta pada seorang gadis, saya cenderung mau saja melakukan berbagai hal yang dia minta. Ini artinya "jatuh cinta dulu" barulah otomatis mau melakukan segala yang diinginkan sang kekaih ini. Ngomong-ngomong soal gadis berikut adalah sebuah cerita tentang tiga pemnuda yang mengasihi seorang gadis:

GADIS YANG KEMBALI DARI KEMATIAN
Pada zaman dulu terdapat seorang gadis cantik; putri seorang pria yang baik, seorang perempuan yang kecantikan dan kehalusan gerak-geriknya tiada banding.
Ketika usianya dewasa, tiga pemuda, masing-masing menunjukkan kapasitas yang tinggi dan menjanjikan, melamarnya. Setelah memutuskan bahwa ketiganya sebanding, sang ayah menyerahkan keputusan akhir pada putrinya.

 

 

Berbulan-bulan sudah, dan si gadis tampaknya belum juga mengambil keputusan.
Suatu hari ia tiba-tiba jatuh sakit. Dalam beberapa saat ia meninggal. Ketiga pemuda tersebut, bersama-sama ikut ke makam, membawa jasadnya ke pemakaman dan dikebumikan dengan kesedihan yang sangat dalam. Pemuda pertama, menjadikan pusara sebagai rumahnya, menghabiskan malam-malamnya
di sana dalam penderitaan dan perenungan, tidak dapat memahami berjalannya takdir yang membawanya pergi.

Pemuda kedua, memilih jalanan dan berkelana ke seluruh dunia mencari pengetahuan, menjadi seorang fakir. Pemuda ketiga, menghabiskan waktunya untuk menghibur sang ayah yang kehilangan. Sekarang, pemuda yang menjadi fakir dalam perjalanan menuju ke sebuah tempat di mana terdapat seorang yang terkenal karena karya seninya yang luar biasa. Melanjutkan pencarian pengetahuan, ia kemudian berdiri di sebuah pintu, dan diterima di meja tuan
rumah. Ketika tuan rumah mengundangnya makan, ia sudah mulai menyantap hidangan ketika seorang anak kecil menangis, cucu orang bijak tersebut.
Si guru menggendong bocah dan melemparnya ke api. Seketika si fakir melompat dan meninggalkan rumah, menangis: 

"Iblis keji! Aku sudah membagi penderitaanku ke seluruh dunia, tetapi kejahatan ini melebihi semua yang pernah dicatat sejarah!"
"Jangan berpikir apa pun," ujar tuan rumah, "Untuk hal-hal sederhana akan tampak muncul secara terbalik, kalau engkau tidak memiliki pengetahuan."
Sambil berkata, ia membaca suatu mahtera dan mengacungkan sebuah emblem berbentuk aneh, bocah tersebut keluar dari api tanpa luka. Si fakir mengingat-ingat kata-kata dan emblem tersebut, pagi berikutnya ia kembali ke pemakaman di mana kekasihnya dimakamkan. Singkat kata, si gadis berdiri di depannya, kembali hidup sepenuhnya. Gadis itu kembali ke ayahnya, sementara para pemuda berselisih siapa diantara mereka yang bakal dipilih.

Yang pertama berkata, 'Aku tinggal di pusara, memeliharanya dengan kesiap-siagaanku, berhubungan dengannya, menjaga kebutuhan ruhnya akan dukungan duniawi."

Yang kedua mengatakan, "Kalian berdua mengabaikan kenyataan, bahwa akulah yang sesungguhnya berkeliling dunia mencari pengetahuan, dan akhirnya menghidupkannya
kembali."

Yang ketiga mengatakan, "Aku telah berduka untuknya, dan seperti seorang suami serta menantu aku tinggal di sini, menghibur ayah, membantu merawatnya."

Mereka meminta si gadis menjawab, yang kemudian dijawabnya: "Ia yang menemukan mantera untuk mengembalikan aku, adalah seorang pengasih
sesama manusia; ia yang merawat ayahku seolah anak baginya; ia yang berbaring di sisi pusaraku - ia bertindak seperti seorang kekasih. Aku akan menikahinya."

(Jalan Sufi
Reportase Dunia Ma'rifat oleh Idries Shah
Judul asli: The Way of the Sufi, Penterjemah Joko S.
Kahhar dan Ita Masyitha
Penerbit Risalah Gusti) 

Cerita di atas mengingatkan saya pada Maria dan Martha. Yang satu menikmati duduk diam mendengarkan di sisi Yesus. Yang satu sibuk melayani kebutuhan orang-orang yang mendengarkan Yesus. Pada saat Yesus hadir, yang terbaik adalah berdiam dan mendengar apa yang difirmankan-Nya. Dan begitu Yesus tidak hadir, yang terbaik adalah meratapi ketidakhadirannya. Salomo dalam melukiskan dengan baik rasa sakit ketika sang kekasih tidak hadir dalam Kidung Agung. cerita di atas juga mengingatkan pada saya pertanyaan orang Yahudi, mengapa para murid Yesus tidak berpuasa. Memang saat kita merasakan kehadiran Yesus, kita bersukacita dan tak mungkin berpuasa dan berkabung. Namun saat ujian datang dan Yesus seolah tidak hadir, kita berkabung, meratap, dan mencari.

Lalu sudah terjawabkah pertanyaan "Mengasihi Allah itu kayak apa?"

Dari sakit, kita tahu sehat. Dari lapar, kita tahu kenyang. Dari dukacita, kita tahu sukacita. Begitu pula berlaku sebaliknya. Kita tidak selalu menyadari adanya kasih. Namun ketika kasih itu hilang, kita merasa sakit dan mencarinya. Dari rasa sakit kehilangan, dari patah hati ini kita menyadari keberadaan kasih yg baru saja hilang. Dari kehilangan kita menjadi tahu apa itu memiliki.

"You don't know what you've got until its' gone." Kata sebuah lagu. Kita tidak menyadari apa yang kita punya, sampai kita hal-hal tersebut hilang dan kita merasa kehilangan.

Allah mengasihi kita. Namun kita tidak menyadarinya dan ketika akses terhadap kasih Allah itu diputus, kita merasakan rasa sakitnya dan merasa kehilangan. Dalam cerita di atas, ketiga pemuda itu kehilangan kekasih dan mereka berupaya mengatasi keterpisahan mereka dengan sang kekasih.

Ketiga tokoh pemudia dalam sebuah cerita itu tidak harus dimaknai sebagai 3 orang. Namun ketiganya bisa berarti 3 aspek dalam diri manusia ketika ia kehilangan kasih Allah dan mengharapkan persatuan kembali dengan Allah.

Kita menginginkan untuk kembali kepada Allah, yaitu kembali terhubung dengan kasihnya:

1. tinggal di pusara, dalam perkabungan, sebagai kekasih, yang terus menanti-nantikan kedatangan-Nya

2.  mencari pengetahuan, dan menghidupkan-Nyaa kembali dalam diri banyak orang, agar lebih banya orang mengenal Dia yang telah turun ke dunia dan menebus dosa manusia.

3.   menghibur dan merawat keluarga sang kekasih,  yaitu mereka yang paling hina di antara manusia, dan dengan merawat dan memperjuangkan kepentingannya, kita berbuat itu bagi Tuhan sendiri. 

 

Yang pertama adalah percintaanmu pribadi dengan Allah, kedua adalah Anda dan pengabaran Injil, ketiga adalah pelayanan kemanusiaan. 

Menarik untuk memperhatikan poin yang kedua dan ketiga, seperti terbalik, namun memang demikianlah kasih yang pertama (kepada Allah) berkonsekuensi kasih yang kedua (kepada sesama) dan demikian sebaliknya.

Jika seseorang mengasihi sesama manusia, maka ia mengabarkan Injil, agar semakin banyak orang dapat memperoleh keselamatan

 Jika seseorang mengasihi Allah, maka ia akan memperjuangkan harkat dan martabat kemanusiaan.

Anda keliru jika mengira pengabaran Injil didasari oleh kasih kepada Allah, dan perjuangan kemanusiaan didasari kasih kepada sesama manusia. Tidak demikian. Anda mustahil mengabarkan Injil kepada seseorang yang tidak Anda kasihi. Injil yang Anda kabarkan adalah injil palsu. Anda cuma akan memperalat orang itu. Anda musti mengasihi seseorang dulu, baru bisa mengabarkan injil kepadanya.

Demikian pula dalam perjuangan kemanusiaan. Anda musti mengasihi Allah dulu, baru kemudian mampu ikut serta ambil bagian dalam penderitaan manusia. Jika Anda memperjuangkan kepentingan suatu manusia karena Anda mengasihinya, kasih Anda kasih yang fana, bukan kasih yang dari Allah. Kasih itu berasal dari daging. Istilah kerennya itu cinta primordial alias ikatan kelompok.