Submitted by Lost Admin on Wed, 2008-12-31 00:00
Permalink

Judul Komentar : Mereka Tidak bodoh
Pengirim : hai hai
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 01:09:49 +0700
Komentar :

Sudara Paijo, apakah anda mengajar anak yang telinganya tuli sebelah itu matematika? Apakah anak itu jago matematika setelah anda bercerita tentang Yesus kepadanya atau dia sudah jago sebelumnya?

Apakah anda mengajari anak satunya untuk kritis? Apakah dia sudah kritis sebelum anda bercerita tentang Kristus kepadanya?

Apakah mereka memperoleh kemajuan karena andamegnajarinya atau mereka maju setelah anda berhenti mengajar mereka membaca?

Saudara Paijo, bodoh dan tidak tahu adalah hal yang berbeda. bodoh dan lambat mengerti adalah hal yang berbeda.  Bodoh dan bebal adalah hal yang berbeda.

Ini cerita tentang Wisely alias paijo anak saya. Saya tidak pernah mengajarinya membaca dan menulis karena ingin dia mempelajarinya dari gurunya. Saya sekolahkan dia di sekolah yang tidak mengajarkan membaca dan menulis. Ketika umurnya cukup, saya lalu memasukkannya ke TK B, di sana dia belajar membaca dan menulis. Istri saya saking kesalnya, menyebutnya bodoh
karena dia tidak bisa menulis angka dan huruf dengan benar. Walaupun sudah diajari tetap bengkok sana bengkok sini.

Saat itu saya katakan kepada istri saya, biarkan dia menulis sendiri dan belajar membaca sendiri. 2 minggu lagi dia akan bisa menulis dengan baik dan 2 minggu kemudian dia akan bisa membaca. Anak kamu tidak bodoh, dia hanya belum terlatih untuk menulis dan membaca. Saya lalu menghubungi guru anak saya, untuk memberitahu dia, beri anak saya nilai sepuluh untuk tulisannya dan jangan marahi dia karena belum bisa membaca. Bulan depan nilai dia secara wajar.

Anak saya bukan anak yang paling tinggi nilainya di sekolah namun dia adalah anak yang paling pintar di kelasnya. Semua teman-temannya menyukainya, demikian juga guru-gurunya, bahkan orang tua teman-temannya dan satpam di sekolahnya. Anda tahu kenapa saya bilang dia paling pintar di kelasnya? Karena dia tidak pernah melakukan kesalahan yang sama dua kali. Karena dia tahu dimana letak kesalahannya da
n bagaimana cara memperbaikinya.

Beberapa minggu yang lalu saya membelikannya sepeda. Karena semua teman-teman tetangganya sudah bisa naik sepeda, maka dia minta saya untuk melepaskan dua roda di sepedanya agar dia punya sepeda roda dua seperti teman-temannya. Saat itu saya bilang, coba dulu nanti baru lepas. Karena tidak berhasil membujuk saya untuk melepaskan roda sepedanya, dia lalu minta tolong tukang yang saat itu bekerja memperbaiki genteng untuk melepas dua roda sepedanya. Saya membiarkannya. Sekitar satu menit setelah ban sepedanya dilepas, dia berteriak kepada saya, "Papa Papa, ajaib, aku langsung bisa naik sepeda." Saya mengacak acak rambutnya lalu membiarkan dia berteriak kepada istri saya. "Mama mama, mujizat, aku langsung bisa naik sepeda!"

Dia bisa langsung naik sepeda pada percobaan pertama. Istriku pernah bilang dia anak bodoh. Malamnya dia bertanya, kenapa dia bisa naik sepeda pada percobaan pertama? Sat itu saya berkata, untu
k bisa naik sepeda diperlukan keseimbangan diri dan rasa percaya bahwa dirinya seimbang. Kamu ingat, sejak kecil kamu berlatih keseimbangan? Mulanya papa buat balok keseimbangan dari lakban di lantai lalu kita menitinya bersama. Kemudian papa bikin balok yang diletakkandi lantai. Lalu papa ganjel balok itu semakin tinggi dan semakin tinggi, kemudian kita bermain dengan berbagai formasi. Semuanya untuk melatih keseimbangan kita.

Karena kamu sudah terlatih, maka kamu langsung bisa main ice skating begitu mencoba, kamu bisa main scooter begitu mencoba, sekarang kamu langsung bisa naik sepeda begitu mencoba. Berlatih satu hal akan membuat kamu bisa berbagai hal lainnya. Jadi kamu harus ingat, ketika kamu berlati satu hal, pada saat itu kamu sedang berlatih berbagai hal lainnya. Bila saatnya tiba, kamu akan membuktikannya.

Anak saya tanggal 7 September yang lalu genap berumur 7 tahun. Namun, kami ngobrol sebagai dua orang sahabat.

Saudara Paijo, ketika anda meng
hakimi seorang anak bodoh, hati-hatilah. Ketika seorang anak tidak mengerti apa yang kamu ajarkan, mungkin itu karena kamu mengajarinya dengan cara yang salah. ATau mungkin pula mereka kesal karena kamu memperlakukannya sebagai orang bodoh.         

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak


Judul Komentar : @ hai hai.. apa salahnya bilang bodoh?
Pengirim : paijobudiwidayanto
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 12:28:17 +0700
Komentar :

Stupid/Bodoh=lacking or marked by lack of intellectual acuity (kekurangan atau ditandai oleh kekurang tajaman visi intelektual. Setelah diajar berkali-kali alfabet sampai pake jembatan keledai segala tetap tidak mengerti sama sekali. Apakah itu bukan merupakan ketidaktajaman visi intelektual?

Saya mengerti bahwa banyak orang Kristen anti mengatakan yang negatif-negatif karena yang negatif itu tidak baik. Saya lebih memilih mengatakan sesuatu apa adanya dan mengarahkan seseorang kepada sumber segala sesuatu yang baik. Yang baik saya katakan baik, yang tidak baik saya katakan tidak baik.  

Kalau saya bilang bodoh kepada seseorang yang memang bodoh, apa salahnya? Apakah dalam yang saya ajar tadi anak-anak itu tidak berkembang? Saya mengajari orang untuk mengakui sesuatu apa adanya. Kalau salah harus diakui salah. Mungkin untuk mileu sekarang yang feminis itu dianggap biadab. K
enapa saya harus tunduk kepada standar feminis seperti itu? 

Kalau begitu yang mereka lakukan dengan Kayu Hidup, apalagi dengan aku yang kayu mati. Iron Sharpens Iron


Judul Komentar : Paijo, Kenapa Tidak Menjawab Pertanyaan Saya?
Pengirim : hai hai
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 20:42:02 +0700
Komentar :

Paijo, kenapa tidak menjawab pertanyaan saya tentang kedua anak tersebut?

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak


Judul Komentar : @hai hai.. bagaimana?
Pengirim : paijobudiwidayanto
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 22:27:30 +0700
Komentar :

Hai Hai... 

Kalau anda perhatikan tulisan saya, poin saya adalah mengatakan kebodohan sebagai kebodohan tidak merusak sama sekali. Walaupun anak anak itu dibilang bodoh, justeru setelah itu mereka mengalami kemajuan. Yang saya ingin katakan adalah jangan sembunyikan kebenaran dengan mengatakan kepada anak yang bodoh dengan mengatakan mereka tidak bodoh. Katakan kebenaran dan berikan harapan yang benar! Itu strategi saya dalam mendidik.

Terus tentang anak itu, bagaimana mereka tahu matematika kalau membaca saja tidak bisa? Lalu tentang berpikir kritis, anak itu muncul berpikir kritisnya setelah dia bisa membaca dan paham apa yang dia baca.  

Kalau begitu yang mereka lakukan dengan Kayu Hidup, apalagi dengan aku yang kayu mati. Iron Sharpens Iron


Judul Komentar : Apabila Bodoh, Katakan bodoh
Pengirim : hai hai
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 23:34:06 +0700
Komentar :

Saudara Paijo, apabila bodoh katakan bodoh. Saya setuju dengan hal itu.

Denganmudah kita tahu apa definisi bodoh, namun kita tidak pernah tahu apa STANDARDNYA.

Istri saya bilang anak kami bodoh namun sebenarnya dia tidak bodoh, dia hanya belum terlatih untuk menulis dan membaca. Buktinya dalam waktu dua minggu dia bisa menulis dan dalam waktu satu bulan dia bisa membaca dengan lancar.

Anda tahu, mengajar anak umur 6 bulan membaca jauh lebih mudah dari mengajar anak umur 5 tahun membaca. Mengajar anak umur 5 tahun lebih mudah dari pada mengajar anak umur 10 tahun membaca. Kenapa demikian?

Anak umur enam bulan tidak akan bertanya dan lari ketika anda mengajarinya membaca. Anak umur lima tahun mulai berpikir di dalam hatinya, kenapa itu disebut O? Namun dia tidak tahu bagaimana harus bertanya jadi lebih asyk mengaitkan huruf O dengan roda-roda mainannya. Anak umur 10 tahun ketika melihat huruf O, selain bertanya kenapa itu disebut O, juga berusaha
menjawabnya sendiri dan memikirkan banyak hal lainnya.

Anda salah, matematika tidak ada hubungannya dengan membaca. Silahkan bertanya kepada Nona Joli, dia ahli matematika anak kecil dia juga ahli pendidikan anak-anak. Anda juga bisa bertanya  kepada nona clara.

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak


Judul Komentar : @hai hai
Pengirim : paijobudiwidayanto
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 23:37:42 +0700
Komentar :

Kalau matematika tidak ada hubungan dengan membaca, lalu kalau dia tidak tau membaca apakah dia bisa mengerjakan tugas yang diberikan guru?

 

Kalau begitu yang mereka lakukan dengan Kayu Hidup, apalagi dengan aku yang kayu mati. Iron Sharpens Iron


Judul Komentar : @hai hai
Pengirim : paijobudiwidayanto
Tanggal : Tue, 23 Dec 2008 23:45:42 +0700
Komentar :

OK...jadi tampaknya membaca dan menulis adalah prakondisi bagi terkespresikannya kemampuan matematika. Kalau dia sulit membaca menulis alias tidak punya visi intelektual yang tajam dalam membaca dan menulis, kenapa saya tidak bisa menyebut dia bodoh? Bukankah itu prakondisi bagi tersalurkannya kemampuan matematikanya?

 

Kalau begitu yang mereka lakukan dengan Kayu Hidup, apalagi dengan aku yang kayu mati. Iron Sharpens Iron


Judul Komentar : Matematika Beda Dengan Membaca
Pengirim : hai hai
Tanggal : Wed, 24 Dec 2008 00:39:11 +0700
Komentar :

Saudara Paijo, membaca menggunakan huruf. Matematika menggunakan angka. Baik angka maupun huruf adalah lambang. Bedanya adalah huruf itu abstrak sedangkan angka mudah dikaitkan dengan sesuatu.

Misal, Huruf A, apa itu huruf A? Tidak ada yang bisa dikaitkan dengan huruf A. Namun 5 adalah angka. Pelajaran matematika SD selalu mengaitkan angka dengan gambar. Misal, angka 5 dengan gambar lima buah mangga. Itu sebabnya anak-anak yang bisa matematika tidak perlu bisa membaca.

Anak-anak sangat percaya kepada orang dewasa yang mereka hormati atau kagumi. itu sebabnya kita harus sangat hati-hati ketika menghadapi mereka. Ketika masih bodoh dulu, saya pernah secara main-main berkata kepada salah satu keponakan saya bahwa Yesus Kristus lahir di kandang burung. dia ngotot dengan guru agamanya karena saya, orang yang dihormatinya dan disayanginya mengatakan demikian.

Saya pernah berjanji kepda Love untuk menulis tentang anak-anak dan pendidikan anak-anak. namun hingg
a saat ini belum dapat menepatinya karena kesibukan dan banyak hal umum yang menurut saya harus ditulis duluan.

Paijo, apabila anda punya anak atau merencanakan punya anak suatu saat nanti. Nasehat saya adalah belajarlah sejak dini untuk memahami anak kecil. apabila anda tidak belajar sekarang karena merasa belum perlu, maka anda juga tidak akan belajar nanti ketika punya anak karena merasa tidak keburu.

Paijo sahabatku, saya sangat kecewa karena hampir semua orang dewasa lupa pada masa kanak-kanaknya sehingga mereka tidak memperlakukan anak-anak dengan benar dan mendidik mereka dengan benar. Gereja benar-benar SESAT tentang pendidikan anak-anak ini. Mari bergandeng tangan bahu membahu memperbarui dunia dengan mendidik anak-anak dan memperlakukan mereka dengan benar.

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak


Judul Komentar : Membaca dan matematika
Pengirim : Samuel Franklyn
Tanggal : Wed, 24 Dec 2008 08:26:44 +0700
Komentar :

Untuk melakukan suatu pekerjaan kadang-kadang kita bisa menggunakan dua jenis kemahiran. Sebagai contoh saat ini saya bekerja sebagai software developer. Cuma kalau orang beranggapan saya mahir matematika tingkat lanjut maka mereka salah duga. Kemahiran utama saya adalah bahasa dan bukan matematika. Ada rekan software developer saya yang lain yang kekuatan utamanya matematika tapi kami berdua bisa melakukan tugas pemrograman sama baiknya. Tentu saja jenis program yang kami buat sangat berbeda.

Untuk bisa mahir matematika perlu penguasaan bahasa tapi penguasaan bahasa pada tingkat dasar sudah memadai. Akan tetapi untuk mahir bahasa tidak perlu mahir matematika. Ini bukti bahwa kecerdasan matematika dan bahasa adalah dua kecerdasan yang berbeda.


Judul Komentar : TIDAK ADA anak yang bodoh..
Pengirim : joli
Tanggal : Wed, 24 Dec 2008 10:29:20 +0700
Komentar :

Paijo said:

Stupid/Bodoh=lacking or marked by lack of intellectual acuity (kekurangan atau ditandai oleh kekurang tajaman visi intelektual. Setelah diajar berkali-kali alfabet sampai pake jembatan keledai segala tetap tidak mengerti sama sekali. Apakah itu bukan merupakan ketidaktajaman visi intelektual?

Yang saya ingin katakan adalah jangan sembunyikan kebenaran dengan mengatakan kepada anak yang bodoh dengan mengatakan mereka tidak bodoh

Setuju dengan Paijo, jangan sembunyikan kebenaran, kalau bodoh katakan bodoh.

Namun ada satu hal yang perlu bapak ibu ketahui, sebuah kenyataan.. fakta.. TIDAK ADA anak yang bodoh..

Selama mengikuti perkembangan Clair (anak perempuan-ku) dari bayi sampai sekarang (14 tahun), b
aik perkembangan motorik maupun perkembangan itelektual, ada banyak hal yang luar biasa.. salah satunya ya itu tadi TIDAK ADA anak-anak yang bodoh..

Ketika Clair berumur 3 tahun, saya sendiri yang mengajar menulis, membaca, berhitung, meniti bambu untuk keseimbangan, melompat tali, engklek (dolanan bocah).. karena butuh sosialisasi sedangkan Clair anak satu2nya.. maka saya berusaha mengajak teman-2 Clair untuk bergabung dalam belajar.. termasuk dolanan bocah-nya.. juga engklek maupun main kelereng.. jadilah joli buka kursus khusus untuk anak2 umur 3 tahun sampai SD.. sejak tahun 1998.. berarti sekarang masuk di tahun ke sepuluh.. bersama anak-anak..

Dari sepuluh tahun perjalanan bersama-sama semua anak.. termasuk ada 2 orang anak yang hiperaktif, itulah saya dapati fakta dan nyata bahwa semua anak tidak ada yang bodoh..

Nah bagaimana dengan Stupid/Bodoh=lacking or marked by lack of intellectual acuity (kekurangan atau ditandai oleh kekurang tajaman visi intelektual... Itu tidak saya dapati di usia anak-anak.. bener lho..

Setelah diajar berkali-kali alfabet sampai pake jembatan keledai segala tetap tidak mengerti sama sekali. Apakah itu bukan merupakan ketidaktajaman visi intelektual?
Nah, setelah diajar berkali-kali, masih tetap tidak mengerti.. itu bukan ketidaktajaman visi intelektual... coba seandainya yang mengajar berkali-kali-nya mencoba mengerti karakter anak, paling tidak mengenal anak dengan baik dan benar, maka bila menggunakan jembatan keledai tidak berhasil (lha wong memang anak bukan jenis keledai), mungkin bisa pakai cara pohon tupainya kiki koko, or lorong tikus mikey dll.. ada banyak cara.. yang bisa membuat anak mengert
i.. dan terutama membuat anak senang belajar dan kecanduan bereksplorasi.. wow.. bisa bayangkan seperti apa hasilnya?

Apakah bahasa berhubungan dengan matematika? bisa berhubungan bisa tidak.. sesuai kepentingan.. ini jawaban untuk orang2 besar.. bukan jawaban untuk anak2 karena anak2 tidak akan bertanya hal demikian.. demikian juga bila ditanya apakah musik/piano juga berhubungan dengan matematika? jawabannya akan sama.. namun bila bapak ibu bertanya kepada Clair dia akan menjawab.. matematika dan piano berhubungan sangat erat..

Namun sekedar catatan untuk para orang tua dan pendidik.. cara mendidik sangat mempengaruhi masa depan anak2.. soooo mendidiklah dengan benar..

Pertanyaan untuk Paijo.. kira-kira kenapa ya.. si anak didik-nya(yang telinganya tuli sebelah) menjadi suka berkeliling mencubit telinga teman2 sekelasnya karena mereka tidak tahu jawaban thd pertanyaan gurunya? apakah ini juga karena karunia dari Bapa?

Bahkan s
etelah sekitar dua atau tiga bulan salah seorang di antara mereka (yang telinganya tuli sebelah) menjadi anak yang paling disegani dikelasnya dalam pelajaran matematika. Berulang kali dia berkeliling kelas dan mencubit telinga teman-teman sekelasnya karena mereka tidak tahu jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh sang guru.

 

 


Judul Komentar : @Samuel Franklyn..
Pengirim : paijobudiwidayanto
Tanggal : Wed, 24 Dec 2008 12:16:22 +0700
Komentar :

Sdr Samuel,

Terima kasih sudah berkomentar. Klarifikasi, jadi orang bisa bodoh dalam salah satu bidang itu tetapi tidak mempengaruhi kemampuannya dalam bidang lain?  

Kalau begitu yang mereka lakukan dengan Kayu Hidup, apalagi dengan aku yang kayu mati. Iron Sharpens Iron


Judul Komentar : @Paijo: Bahkan ada yang sampai tahap idiot savant
Pengirim : Samuel Franklyn
Tanggal : Wed, 24 Dec 2008 13:46:23 +0700
Komentar :

Benar. Bahkan ada orang yang sangat genius dalam satu bidang tapi idiot dalam bidang lainnya. Biasanya disebut idiot savant.

http://en.wikipedia.org/wiki/Autistic_savant

Bahkan ada ada dua flimn mengenai idiot savant yang pernah saya tonton Rain Man dan Mercury Rising.

http://en.wikipedia.org/wiki/Rain_Man

http://en.wikipedia.org/wiki/Mercury_Rising


Judul Komentar : “Ya ampun, kamu ini kok bodoh”
Pengirim : Purnomo
Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 00:59:07 +0700
Komentar :


Kalimat di atas sering saya lontarkan kepada anak-anak saya (setelah mereka kuliah) bila mereka tidak segera mengerti apa yang saya katakan. Tetapi mereka tidak marah karena kalimat itu saya ucapkan di rumah di mana hanya anggota keluarga sendiri yang mendengar. Mereka tidak marah juga dikarenakan mereka tahu kata “bodoh” yang saya ucapkan lebih banyak berarti “tingkat pengetahuan mereka yang rendah untuk sesuatu”. Karena itu saya selalu menjelaskan di ketrampilan atau dalam pengetahuan apa mereka “bodoh”.

 

Tetapi saya berusaha tidak mengatakan kalimat di atas kepada mereka di depan orang lain. Pasti mereka marah sekali. Mengapa? Karena sebagian besar masyarakat umum mengartikan kata “bodoh” kepada “kapasitas otak yang kecil dan tidak mungkin diperbaiki lagi”. Pernah sekali saya kelepasan omong di depan orang lain. Apa komentar anak saya? “Siapa dulu bapaknya?” Artinya, “Aku bodoh karena mewarisi genetika bapakku yang bodoh.” Dalam pengertian yang ini, kata ‘bodoh’ setara dengan ‘pesek’ untuk hidung, ‘cebol’ untuk tubuh. “Sudahlah, terimalah nasibmu. Itu sudah suratan takdir. Tidak bisa dirubah,” begitu yang biasa kita dengar, bukan?

 

Dua pengertian tentang ‘bodoh’ ini bisa diibaratkan dengan sepeda motor. Pengerti an pertama seperti bila kita mengatakan “lampu sepeda motormu tidak terang” atau “rantai sepeda motormu kendur”. Pengertian kedua seperti bila kita mengatakan “kapasitas mesin sepeda motormu 70 cc”.

 

Saya pernah secara 4 mata berkata kepada seorang bawahan saya yang baru, “Dalam hal ini, kamu bodoh, dalam arti kamu belum tahu bagaimana seharusnya. Belajarlah.” Orang ini ketika saya tanya berapa 10000 dikurangi 5000 dikurangi 3500 tidak bisa menjawab tanpa mempergunakan kalkulator. Mengapa dia bodoh dalam menghitung tanpa alat bantu? Karena,

 

“Buat apa saya susah-susah  memikirkan jawabannya kalau ada kalkulator?” begitu jawabnya. Kalau mendadak baterainya habis, bagaimana? “Saya selalu membawa cadangan baterai.” Kalau ketika kamu mempergunakan kalkulator di warung, mendadak kalkulatormu itu terjatuh masuk ke dalam drum minyak tanah, bagaimana? Dia tidak menjawab, hanya senyum-senyum saja. Mau kamu pasangi rantai? tanya saya. Dia tertawa.

 

Lalu saya berkata, “Saya memberi kamu waktu 1 bulan untuk belajar matematika SD ini. Kalau kamu gagal, kamu saya pecat!” Nah, barulah pucat wajahnya. S ingkat cerita dia tidak membeli buku matematika bekas untuk belajar seperti saran saya, tetapi menumpang les di rumah tetangganya. Tetangganya memanggil guru les privat untuk anaknya dan beberapa anak-anak lain di lorong itu. Apa dia tidak malu jadi peserta les yang paling tua? “Ya malu juga, tapi saya jalani daripada dipecat Bapak,” ceritanya ketika 5 tahun kemudian saya memuji kecepatannya dalam menyerap pengetahuan program komputer untuk pengelolaan data.

 

“Tidak ada anak yang bodoh!” begitulah yang sering diteriakkan oleh seorang pengurus LPK (Lembaga Pendidikan Kristen) di kota saya. Biasanya, ketika mulutnya meneriakkan jargon itu, m atanya melirik ke arah guru-guru. Dia tidak jujur! Dia tidak berani mengungkapkan kebenaran, walaupun ia orang Kristen. Harusnya dia berteriak, “Tidak ada murid yang bodoh. Yang ada adalah guru yang goblok!”

 

Ketika anak saya mulai belajar menulis, saya frustasi. Saya tidak bisa melakukan “treatment” seperti yang lakukan terhadap bawahan saya itu. Mana bisa seorang bapak memecat anaknya. Istri saya mengambil-alih tugas saya. Seperti para pendidik melatih ketrampilan anak dalam keseimbangan tubuh, begitulah istri saya melatih “keseimbangan” jarinya.

 

Di secarik kertas ia menulis dengan tinta supidol hitam angka 0, 1, 2, 3 beberapa kali. Lalu ia meletakkan sehelai kertas ketik tipis di atasnya dan merapatkan kedua kertas itu dengan penjepit kertas. Ia memberi supidol kecil warna merah, hijau, coklat dan biru kepada bocah ini untuk menebali bayang-bayang angka itu di kertas tipis. Puteri saya yang tadi menangis gara-gara melihat bapaknya frustasi sekarang dengan gairah belajar menulis sambil berceloteh senang. Apalagi mendengar pujian ibunya, “Nah ketahuan sekarang, kamu ini memang pintar menulis.” Isteri saya bohong! Angka 3-nya masih seperti angka 8. Secara bertahap ibunya mulai memperkecil contoh hurufnya dan mulai mengaburkannya dengan merubah warnanya ke coklat, biru, hijau tua dan terakhir hijau muda. Sekarang? Tulisan tangannya indah sekali sehingga sering saya minta bantuannya.

 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bodoh adalah tidak lekas mengerti; tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dsb); tidak memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman).

 

Pengalaman saya dalam mendidik bawahan saya membuktikan apa yang dikriteriakan oleh KBBI tentang bodoh adalah benar. Bodoh bukan sesuatu yang statis dan bersifat menyeluruh, tetapi bersifat sementara untuk bidang tertentu atau parsial.

 

Ketika saya dipromosikan dari supervisor menjadi manajer yunior dan dipindahtugaskan k À e Jakarta, nilai bahasa Inggris saya 70. Tetapi sebagai manajer nilai saya (yang dievaluasi setiap akhir semester) turun menjadi 40 dan saya diharuskan mengambil kursus bahasa Inggris di LPPM Jakarta. Mengapa tingkat ketrampilan saya dibidang bahasa Inggris menurun ke “tingkatan bodoh”?

 

Sebagai manajer pemasaran Jabotabek kemampuan berbahasa Inggris dituntut lebih tinggi daripada para manajer di kota lain. Di Jakarta hampir setiap bulan kami kedatangan tamu dari luar negeri dan manajer pemasaran Jabotabek harus mempresentasik an daerahnya kepada para tamu ini. Saya pusing bila berkomunikasi dengan mereka yang datang dari Australia. Bila berhadapan dengan mereka yang berasal dari India saya lebih banyak senyum-senyum terbuai dialeknya yang seperti lagu tanpa bisa menangkap liriknya.

 

Apakah kursus di LPPM membantu saya? Tidak! Kelemahan saya bukan di “grammar”, tetapi di “listening”. Ketidaktahuan atasan saya terhadap “area kebodohan” saya ini tidak saya koreksi. Saya senang berada di kelas bahasa Inggris LPPM karena bisa bertemu dengan peserta la in yang hampir seluruhnya adalah para sekretaris (wanita) perusahaan-perusahaan terkenal yang penampilannya aduhai.

 

Setelah berpindah tugas ke kota-kota lain, suatu saat ketika para manajer senior sedang rapat di Jakarta, tanpa pemberitahuan sebelumnya mereka digiring oleh Personalia ke LIA untuk diuji kemampuan bahasa Inggrisnya. Berapa nilai saya? Saya tidak tahu karena Personalia tidak membagikan hasilnya. Tetapi ada yang memberitahu Personalia heran karena saya mendapat nilai tertinggi. “How come? “ tanya mereka. I don’t know, jawab saya. Saya hanya menghitung kancing baju. Tetapi saya tahu mengapa saya yang susah berbicara Inggris dalam rapat-rapat mendapat nilai terbaik.

 

Dalam test itu bagian listening porsinya kecil. Yang paling besar adalah porsi grammar. Ketika saya bertugas di Sumatera bagian Tengah, setiap melintasi Bukit Tinggi saya selalu mampir ke kios-kios buku bekas membeli buku novel berbahasa Inggris yang dijual oleh turis asing. Harganya jauh lebih murah daripada harga novel bahasa Indonesia. Hanya 5 ribu rupiah per buku. Dari buku-buku bekas inilah ingatan saya terhadap grammar terpelihara bahkan makin baik dan nilai saya di bidang ini melebihi nilai rekan saya yang bertugas di Jakarta yang setiap hari has to practise this language.

 

Dari pengalaman ini saya berkesimpulan tingkat ‘kebodohan’ seseorang sangat tergantung pada tingkat minat orang itu terhadap bidang yang dinilai. Ijinkan saya sejenak menyombongkan diri. Dalam habitat situs Sabdaspace ini saya berani menepuk dada dalam beradu ketrampilan menyusun kata. Tetapi bila yang dipertandingkan adalah pengetahuan doktrin atau dogma atau teknologi website, saya hanya bisa menepuk kepala dan pamit mundur. Saya bodoh di bidang ini karena saya tidak punya minat. Karena itulah saya tidak mau mengomentari blog-blog yang menulis bidang itu. Lumayan bila orang menertawakan saya. Tapi apa tidak sakit bila ada yang menulis, “Pur, kamu ini payah sekali. Sudah bodoh, nekad dan ngotot lagi.”

 

Di sinilah peran seorang pendidik atau orang tua atau pendeta diharapkan. Mereka harus berusaha menerbitkan minat anak didiknya agar mau menaikkan tingkat pengetahuannya. Tidak boleh seorang ayah/ibu berkata, “Sudahlah Nak, kamu tidak perlu les lagi. Kamu memang bodoh.” Tidak boleh pendeta saya berkata “Pur, teologi itu memang sulit. Tidak perlu kamu ikutan Pendidikan Teologia untuk jemaat karena kamu tidak akan mengerti.”

 

Jadi? Just to inform. Saya ini orang pandai sekaligus orang bodoh.

Salam.

 


Judul Komentar : pendidikan bukan belenggu Pengirim : pwijayanto Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 03:19:30 +0700 Komentar :

Saudara Paijo, ketika anda menghakimi seorang anak bodoh, hati-hatilah. Ketika seorang anak tidak mengerti apa yang kamu ajarkan, mungkin itu karena kamu mengajarinya dengan cara yang salah. ATau mungkin pula mereka kesal karena kamu memperlakukannya sebagai orang bodoh.    

bahkan seorang mahasiswa-pun kadang tampak 'bodoh' tidak menangkap materi kuliah, padahal ada buku, ada artikel, ada handout dan ada tatap muka di kelas,

ini sudah dijelaskan dengan baik oleh gambar "kartun" berjudul "fish a fish" (silakan googling sendiri, karena anda tidak bodoh khan...)

jadi kadang bukan masalah mahasiswa yang bodoh atau dosen yang goblok, tapi karena 'mindset' mahasiswa dan dosen BERBEDA.

apalagi dengan anak-anak, lebih sulit lagi kalau kita tidak belajar "memahami cara berpikir anak-anak" dan sayangnya ketika kita dewasa,  yang kita ingat adalah pengalaman-pengalaman masa kecil kita , namun kita lupa cara berpikir ketika kita masih anak-anak.

Paijo sahabatku, saya sangat kecewa karena hampir semua orang dewasa lupa pada masa kanak-kanaknya sehingga mereka tidak memperlakukan anak-anak dengan benar dan mendidik mereka dengan benar. Gereja benar-benar SESAT tentang pendidikan anak-anak ini. Mari bergandeng tangan bahu membahu memperbarui dunia dengan mendidik anak-anak dan memperlakukan mereka dengan benar.

Benar.. anak-anak BUKAN orang dewasa mini...

Pendidikan hendaknya membebaskan seseorang.. bukan membelenggu dengan berbagai hal...(apalagi di gereja, pendidikan di sekolah minggu seringkali diisi dengan doktrin dan dogma)

termasuk pelajaran di sekolah,

(misalnya saya kadang tersenyum kecut, namun tak dapat meralat, ketika dalam pelajaran agama Kristen di SD kelas 1 untuk anak saya, ada soal:

Ketika berdoa, kepala kita .........(a) tunduk (b) tengadah (c) tegak. Kunci jawabannya ada lah (a).  

Lha padahal gambar Yesus di kamar kerja di rumah (ada meja saya dan meja anak saya) Yesus berdoa sambil tengadah.

Demikian juga di pelajaran bahasa Indonesia, anak diberi PR untuk membuat kalimat dengan kata "MEMASAK"

Maka, anak saya (sesuai dengan pelajaran di sekolah) mengerjakan PR itu dengan membuat kalimat: "MAMA MEMASAK DI DAPUR", ketika saya minta menjawab PR itu dengan kalimat, "KAMAR TIDUR BUKAN TEMPAT MEMASAK" anak saya menolaknya, dan bilang "Miss ... tidak mengajari begitu..."

Saya hanya kuatir, kalau pendidikan (di sekolah) pada beberapa hal menjadi belenggu buat siswa, harus begini-harus begitu, mengekang kreativitas.

Memang sulit mengajarkan sesuatu kepada anak-anak, tapi bahkan kadang kita justru perlu belajar dari mereka, paling tidak belajar cara berpikir mereka.  

Sama seperti Tuhan yang hadir dalam rupa manusia, kare na Tuhan "berpikir" ala manusia.

salam, www.gkmin.net .


Judul Komentar : Bagaimana dengan anak yang idiot dan imbisil Pengirim : Liesiana Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 10:28:05 +0700 Komentar :

Saya setuju dengan semua anak tidak bodoh, tapi bagaimana dengan anak yang idiot dan imbisil.

Saya setuju juga boleh mengatakan "bodoh" kepada anak, tapi dalam konteks situasi yang tepat


Judul Komentar : Kecerdasan Majemuk Pengirim : Liesiana Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 10:48:54 +0700 Komentar :

Dr. Howard Gardner, peneliti dari Harvard, pencetus teori Multiple Intelligence
mengajukan 9 jenis kecerdasan yang meliputi :

Cerdas Bahasa – cerdas dalam mengolah kata
Cerdas Gambar – memiliki imajinasi tinggi
Cerdas Musik – cerdas musik, peka terhadap suara dan irama
Cerdas Tubuh – trampil dalam mengolah tubuh dan gerak
Cerdas Matematika dan Logika – cerdas dalam sains dan berhitung
Cerdas Sosial – kemampuan tinggi dalam membaca pikiran dan perasaan orang lain
Cerdas Diri – menyadari kekuatan dan kelemahan diri
Cerdas Alam – peka terhadap alam sekitar
Cerdas Spiritual – menyadari makna eksistensi diri dalam hubungannya dengan pencipta alam semesta

Semua orang cerdas sesuai tingkat derajat kecerdasannya.
 


Judul Komentar : Masih ada lagi... Pengirim : Liesiana Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 10:55:27 +0700 Komentar :

Selain IQ masih ada EQ, SQ, AQ

Firman Tuhan :

Mat. 6 : 33 : Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.



Judul Komentar : @Joli Pengirim : Liesiana Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 11:42:55 +0700 Komentar :

Joli, kalau ada anak yang belajar ditempatmu ada anak yang tidak rata-rata ke atas seperti syndroma Down, Mongoloid dan imbisil, cara ngajarinya bagaimana. Bagi-bagi pengalaman dong.


Judul Komentar : Lies.. bersikap dan berlaku biasa.. Pengirim : joli Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 12:46:19 +0700 Komentar :

Lies.. syndroma down, mongoloid, imbisil.. itu semua adalah karena ketidaksempurnaan.. entah karena kromosom-nya atau ada hal2 yang diluar "normal",.. mereka bukan anak bodoh.. 

di tempat kursusku tidak ada down sydrome, mongoloid.. namun ada 2 anak yang hiperaktif.. kadang ketika sedang belajar.. bisa tiba-tiba lari.. sembunyi di kolong kursi.. guru yang mengajar-nya kebetulan guru yang sangat luar biasa.. dia cinta anak-anak.. bisa mengerti kapan harus bercerita kepada seluruh kelas, atau kapan hal-hal seperti itu bisa dipakai untuk ice breaking.. sekelas main sembunyi2an.. lalu digiring dan diarahkan .. untuk belajar mind maping.. semua anak bisa loh.. termasuk anak yang hiperaktif tersebut.. 

Saya banyak belajar dari guru tersebut.. kunci-nya.. suka dan cinta anak-anak.. dia cowok lho.. lulusan teknik elektro ITS surabaya.. mengajar di tempat kursusku di bidang super brain.. mengajari anak belajar cara belajar.. 

Lies.. say a punya cucu keponakan yang juga mempunyai kendala.. umur 12 tahun namanya Angel cantik sekali, namun masih belum bisa bicara, tidak bisa membedakan warna, sering geragapan, kaget2.. sekarang dia sekolah di sekolah khusus..

Bagaimana cara saya mengajari Angel? saya berlaku biasa kepadanya.. seperti kepada anak yang lain..  kalau mau mengajari warna.. hanya lebih sering mengulang dengan warna sama.. si Angel bila mendengar suara keras tiba-tiba.. dia akan ketakutan dan lompat2 tak terkendali.. yang kulakukan hanya memeluknya dengan bersikap biasa.. ya hanya dengan memeluknya.. beberapa saat akan tenang..  (kapan-kapan akan kuceritakan ajaib-nya pelukan... )

yang diperlukan anak-anak adalah penerimaan.. ya.. dengan menerima mereka apa adanya dan mengasihi mereka.. mereka akan belajar banyak..

bersikap biasa aja.. kepada anak yang jenius.. bersikap biasa aja kepada anak yang berkendala.. bersikap biasa aja.. itu caraku mengajar.. mengalir  sesu ai karakter anak.. yang unik.. dan warna warni..

 


Judul Komentar : Cari Mama yang wajahnya kayak apa? Pengirim : joli Tanggal : Sat, 27 Dec 2008 16:57:50 +0700 Komentar :

Di secarik kertas ia menulis dengan tinta supidol hitam angka 0, 1, 2, 3 beberapa kali. Lalu ia meletakkan sehelai kertas ketik tipis di atasnya dan merapatkan kedua kertas itu dengan penjepit kertas. Ia memberi supidol kecil warna merah, hijau, coklat dan biru kepada bocah ini untuk menebali bayang-bayang angka itu di kertas tipis.

Jadi ingat, dulu aku mengajari Clair menulis dengan cara yang sama, waktu itu umur Clair 3.5 tahun, setelah kejadian mei 98, kami sekeluarga tinggal di Bali karena rumah kami di solo terbakar.. saya membuat tulisan di buku kotak-kotak besar dan mulai melapis dengan kertas kalkir (kertas gambar) lalu mulailah  Clair menimpa atau memnebali dengan spidol warna warni.. itulah yang di sebut jurus pelangi..

JAdi ingat juga kemarin ketika di kantor melakukan evaluasi.. ketika sampai pada evaluasi bagian logisti k penerimaan barang.. sering kali masih kesulitan nge-check.. berapa jumlah semen masuk, berapa jumlah semen yang dipakai project, berapa yang dipinjam antar project.. dll.. namun ada seorang yang di nilai berhasil karena pakai jurus pelangi, lalu dibuat kesepakatan untuk pakai jurus itu.. semua logistik harus punya bolpen 4 warna.. dan sepakat untuk memberi tanda warna-warni.. orang-orang lapangan yang biasa "bodoh" dalam administrasi-pun bisa menjadi pintar dengan jurus pelangi..

Mengajari anak memang kadang bisa membuat frustasi.. dan membuat kita yang dewasa menjadi "bodoh" juga.. hal "bodoh" yang pernah kulakukan.. adalah ketika si Clair kadang "ngeyel".. pernah joli bilang kepada Clair (3,5 tahun).. "ya udah kalau nggak mau nurut ama mama .. cari mama yang lain sana.."  waktu itu Clair lalu berjalan keluar ke teras (Rumah kami waktu itu kecil 18 m2 dari kayu di lantai atas, bagian bawah untuk jualan furniture i).. si Clair keluar.. sebentar kemudian dia nangis keras.. lalu Joli keluar menanyakan ada apa? dia menunjuk ke jalan di Seminyak yang banyak bule lalu lalang.. kenapa? aku tanya sekali lagi.. lalu Clair menjawab sambil menangis.. cari mama yang wajahnya kayak apa? semua yang lewat nggak ada yang mirip mama.. ternyata dia keluar bener-bener cari mama  pengganti Joli.. walah aku peluk Clair.. sambil bilang ya wis.. kita tetap jadi mama anak aja yach.. .  sejak itu aku nggak pernah ancam dia dalam bentuk apapun..


Mengatakan Kebodohan sebagai Kebodohan tidak boleh?
Dipublikasi Artikel blog by paijobudiwidayanto

Di bawah ini adalah kisah yang benar-benar terjadi dalam hidup saya. Semoga bermanfaat.

Beberapa tahun lalu ada dua orang anak paman saya datang dari kampung (satu laki-laki dan satu perempuan yang tuli sebelah) dan tinggal di rumah paman saya yang satunya lagi di kota. Saya juga tinggal di rumah paman tersebut. Yang memprihatinkan adalah walaupun mereka sudah menginjak kelas 3 dan 4, mereka tidak bisa membaca sama sekali. Jangankan membaca, mengenal hurufpun tidak. Saya terbebani untuk mengajar mereka. Waktu saya mengajar mereka, saya dapati begitu sulitnya mengajar mereka. Saya tahu mereka sangat bodoh.

Pada waktu itu di TV dan berbagai tulisan bahkan khotbah dikatakan tidak boleh mengatakan "bodoh" kepada anak-anak karena anak-anak akan mengembangkan pemikiran yang negatif terhadap dirinya. Saya tidak melihat dasar untuk tidak mengatakan "kebodohan" sebagai kebodohan.
 
Setelah beberapa hari mengajar mereka tanpa hasil, saya rasa begitu cape lalu saya katakan kepada mereka "Kalian Bodoh. Kalian liat sendiri apa yang telah kalian capai selama ini. Sudah belajar berhari-hari tetapi hurufpun tidak tau." Mereka terdiam dan orang-orang terkejut dan mungkin juga tidak suka.
 
Malam hari waktu hendak tidur, saya katakan kepada mereka "Kalian tau, kalian memang bodoh! Tapi kita punya Bapa di surga yang memberi tanpa pamrih. Dia memberi kepada mereka yang meminta. Dia memberi bijaksana kepada mereka yang minta kepada-Nya" Lalu saya ajarkan mereka tentang Tuhan Yesus yang mati untuk mereka dan saya dan saya ajar mereka untuk berdoa. Merekapun rutin berdoa setelah itu. Entah bersama saya, entah sendiri.
 
Sekitar satu minggu atau dua minggu (saya tidak tau persis) setelah malam itu, saya amati mereka memperoleh kemajuan luar biasa. Mereka bahkan sudah bisa membaca Alkitab walaupun terputus-putus. Bahkan setelah sekitar dua atau tiga bulan salah seorang di antara mereka (yang telinganya tuli sebelah) menjadi anak yang paling disegani dikelasnya dalam pelajaran matematika. Berulang kali dia berkeliling kelas dan mencubit telinga teman-teman sekelasnya karena mereka tidak tahu jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh sang guru. Sementara yang satunya memiliki pemikiran yang kritis luar biasa.
 
Melihat hasil itu saya bersyukur luar biasa. Dia adalah Bapa dan akan mengaruniakan kebijakan kepada kita yang meminta.