Submitted by
clara_anita
on
Seketika sang dirga berganti rupa
Membalut diri dengan selimut lembayung jingga
Memanggil lirih burung-burung letih
pulang ke sarang 'tuk sejenak rebah
Si kejora berkedip centil
di antara mega-mega jingga raksasa
memberi pesan menyentil
"Tinggalkan sejenak hiruk-pikuk kerja!"
Sekejap gelap pun menggegap
bersaing ketat dengan neon nan gemerlap
seolah berseru lantang
"Janganlah kau buru-buru pergi siang,
banyak lagi yang belum rampung!"
Namun malam gelap tetap mendekap,
membalut mesra hati-hati resah
memaksa langkah 'tuk menyerah
tersungkur dan rebah menyembah
"Terimakasih Tuhan,
'tuk selimuti aku dengan malam mesra dan teduh."
Sl3
jan '08
Sun Set When Midnight
Non, puisi indah! Kamu menulis Sun Set di keheningan midnight? Namun yang paling istimewa adalah kamu semakin berani mengekplorasi kekayaan bahasa Indonesia sementara kepekaanmu meningkat luar biasa sehingga hal-hal sederhana yang biasanya berlalu begitu saja mulai nampak beda di mata hatimu.
Ketika akal dan rasa mulai harmonis, maka itulah saatnya kamu harus belajar melepas kekangnya. Biarkan keduanya mengembara, dengan caranya sendiri mereka kan menemukan SANG TUAN.
Non, pernah terpikir untuk memberi kesempatan kepada para pembaca koran tertentu untuk ikut menikmati puisi kamu?
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
In reply to Sun Set When Midnight by hai hai
Permalinkpujian kak hai-hai...
pujian kak hai-hai benar-benar bisa membuat saya tersanjung...
dari berbagai komentar dan tulisan kak Hai-hai yang saya baca, saya berasumsi kalau kakak adalah seorang yang kritis dan objektif. (Semoga aja nggak membuat saya berhenti belajar..)
Sunset at midnight???
Secara logis memang tidak mungkin, tapi pernahkah terasa malam berlalu demikian cepat? Senja yang rasanya baru lima menit lalu, sekarang telah berganti fajar...
Thanks
GBU
In reply to pujian kak hai-hai... by clara_anita
PermalinkSunset Di Keheningan Midnight!
Ha ha ha ... saya memang pelit kalau memuji. Teman-teman saya selalu mengatakan itulah bagian diri saya yang menyebalkan dan nggak bosen-bosennya mereka meyakinkan saya bahwa memuji itu gratis. Kalau untuk yang gratis aja saya pelit apalagi kalau keluar uang. Kalau udah bawaan orok gimana dong ya non?
Sunset di keheningan midnight! Itulah yang saya rasakan ketika membaca puisi kamu. Itulah kehebatan kamu yang meningkat dari puisi ke puisi. Itu yang saya maksudkan, AKAL dan RASA kamu semakin harmonis. Dalam puisi-puisi awal kamu akal sangat dominan, contohnya puisi kamu, "Selamat pagi" di situ terasa sekali kamu mengendalikan rasa kamu abis-abisan karena takut disebut nggak sopan sama Tuhan. Kalau nggak inget puisi kamu , "aku tak bisa pulang," mungkin aku udah usulkan kamu nulis kotbah aja dari pada nulis puisi. Namun ketika membaca puisi kamu, "Elegi," saya yakin kamu hanya perlu waktu.
Waktu kamu menulis "Serenade," sebenarnya tangan saya sudah gatal untuk menulis pujian, tapi ya dasar pelitnya dari orok saya justru meyakinkan diri bahwa itu just .... he he he you know... Kamu pasti menganggap "My world is full with you" sebagai salah satu puisi kamu yang biasa-biasa saja, tapi justru di puisi itulah kamu menulis puisi untuk diri kamu tanpa memikirkan apa pendapat orang yang membacanya. Harusnya saya memuji puisi yang kamu nilai jelek itu, tapi ya dasar pelit.
Ketika kamu menulis puisi "malam," Wow ... Anita sahabatku ... Kalau aku nggak memberi penilaian yang adil buat kamu, maka saya pastilah orang paling dengki sedunia yang nggak mampu melihat kehebatan orang lain. Namun dasar pelit, saya diam, ketika membaca puisi kamu, "are you ok?" Saya kehabisan kata-kata, itu sebabnya saya memilih untuk mengomentari puisi kamu yang berjudul, "malam," karena aku memang kehabisan kata-kata untuk memuji puisi kamu yang berjudul, "are you ok?" Karena puisi itu membuatku berhalusinasi melihat bunda Maria dalam tubuh ringkihnya bertanya kepada dunia, "are you ok?" Juga berhalusinasi melihat bunda Maria mengelus punggung suaminya Yusuf dan bertanya, "are you ok?"
Anita-anita, sungguh, aku kehilangan kata-kata.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
In reply to Sunset Di Keheningan Midnight! by hai hai
PermalinkMulai lagi sakitnya!
Ehm!!!!! keluar lagi donyuannya!!!!
Ya,.... sudah lah,
Bintang 7!!!! bintang7 :() (Teriak-teriak Jualan)
In reply to Sunset Di Keheningan Midnight! by hai hai
PermalinkTo kak Hai: I am trully flatered...
Kak hai,
saya jadi tambah tersanjung, tapi kali ini bukan karena pujiannya, tapi ternyata ada juga yang bersedia dengan rela membaca tulisan-tulisanku yang kadang nggak mutu.... (apalagi orang itu sekaliber kak Hai)
That means an awful lot for me.
BTW "Aku Tak Bisa Pulang" itu tidak kumaksudkan menjadi puisi, cuma essay pendek (tapi emang sih bahasanya kok agak puitis ya :D)
Thanks
GBU
In reply to To kak Hai: I am trully flatered... by clara_anita
PermalinkSekarang Aku Yang Membentur Langit
Wah, non clara, sekarang aku yang membentur langit karena sanjungan kamu. Saya suka puisi, dan lagi saya suka puisi-puisi kamu. Jadi tiap muncul seri baru pasti ku baca.
Puisi itu memang aneh, kadang ketika menulis puisi, kita justru tidak berpuisi sama sekali. Kadang ketika kita tidak menulis puisi pada saat itu justru puisilah yang kita tulis. Salah satu contohnya adalah tulisan kamu "Aku tak bisa pulang." Pada saat itu kamu hanya ingin bercerita, namun dalam cerita itu kamu berpuisi.
contoh yang lain, tulisan Xaris, "Malam Tergelap," coba kamu tanya dia, saya yakin, walau kamu todong kepalanya dengan pestol, dia akan membantah bahwa itu adalah puisi. Tapi setelah kita melihatnya dengan seksama, menyusunnya dengan seksama, buzzz ... Xaris ketahuan, dia menulis puisi!
Seni itu memang aneh! coba perhatikan orang-orang yang menikmati seni lukis, bagi yang tidak mengerti seni lukis seperti saya, prilaku mereka nampak aneh. Namun ketika bertanya pada mereka, ternyata mereka justru menilai saya aneh karena tidak mampu menikmati lukisan.
Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak
Malam, kunantikan tiap
Malam,
kunantikan tiap hari
kadang kunikmati dalam keresahan
tetapi aku tetap tidur nyenyak
Tidur nyenyak,
merupakan hal yang kusyukuri
pagi hari terasa sangat berat
tetapi aku harus mengangkat tubuh malasku.
Siang,
sebuah rutinitas,
aku belajar menikmatinya,
berharap hari ini lebih baik dari hari kemarin,
O
pagi berganti siang
siang berganti malam
mata mengawali terang
mata mengakhiri kelam
O
Bagai sebuah lingkaran
O
Ada yang tetap, ada yang berubah
O
"sang tetap" menunggu akhir
O
"sang berubah" mengatur akhir
O
pagi berganti siang
O
siang berganti malam
Jesus Freaks,
"Live X4J, die as a martyr"
Night....
Helo salam kenal...
It's nice poem sist...