Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Just A Touch But With Heart

Purnomo's picture


         Just a touch but with heart, namun bagai embun di panas terik, bagai semilir angin ketika tubuh dan emosi nyaris terkapar karena tekanan pekerjaan. Just a touch but with heart, namun telah meninggalkan kesan mendalam baginya. Memberi tidak harus berupa uang, bukan?

        Sampai di parkiran motor sebuah bank di Jl.Pemuda aku melihat arlojiku. Pk.12.30 - saat rehat makan siang. Udara panas banget tetapi walau malas sekali keluar bermotor aku harus ke mari karena tadi pagi puteriku yang di Jakarta menelepon minta dikirimi dokumen yang dia titipkan kepadaku. Di pintu masuk satpam membukakan pintu dan sebelum dia bertanya keperluanku aku mengacung sebuah kunci.
"O, mau ke SDB (Safe Deposit Box) Pak? Silakan ke atas," katanya.

         Aku naik ke lantai dua. Aku membuka pintu ruang pelayanan nasabah premium dan memberitahu petugasnya keperluanku. Setelah itu aku keluar dan duduk di sofa di depan pintu ruang itu karena aku bukan nasabah premium. Petugas ruang premium akan menelepon petugas SDB untuk datang. Pintu ruang SDB berseberangan dengan pintu ruang premium. Aku menyewa kotak deposit di sini bukan untuk menyimpan berlian atau emas batangan, tetapi dokumen-dokumen penting: surat kepemilikan rumah, bpkb, akte lahir, akte kawin dsbnya.

         Duduk di tempat empuk dengan udara ber-ac serta mendengar suara gemericik air mengasyikkan sampai aku terkantuk-kantuk. 15 menit kemudian seorang CS naik ke atas dan menghampiri aku,
"Maaf Pak Purnomo, lama menunggu. Silakan masuk ke ruang SDB."

         Aku heran. Dari mana dia tahu namaku? Dari pintu masuk sampai di sofa ini aku tidak melaporkan namaku ataupun menunjukkan nomor kunci SDB-ku. Aku juga tidak sering ke bank ini kecuali untuk keperluan SDB sedangkan untuk transaksi lainnya aku ke cabangnya dekat rumahku.

         Di dalam ruang SDB dia bertanya berapa nomor kunciku. Aku menyerahkan kunciku. Lalu dia membuka fileku. Entah mengapa meluncur saja pertanyaanku,
         "Sudah makan siang, Mbak?"
         "Belum sempat, Pak. Tadi ada nasabah mau bayar pajak suaminya karena suaminya sedang berlayar, jadi saya perlu melakukan beberapa klarifikasi."

         Waktu aku menandatangani file itu, aku melihat terakhir aku ke ruang ini bulan 5, waktu aku mengambil BPKB. Empat bulan entah berapa ratus orang yang masuk ke ruang ini. Tetapi mengapa dia bisa mengingat namaku? Kotak depositku juga ukurannya Small.

         Setelah selesai menyimpan BPKB dan mengambil akte lahir anakku aku berpamitan kepadanya, "Sudah, Mbak, terima kasih ya. Sekarang makan siang dulu saja Mbak, jangan sampai kena maag."
         "Ya Pak," jawabnya sambil menganggukkan kepala dan tersenyum.

         Waktu menuruni tangga barulah aku sadar mengapa dia mengingat namaku. Aku selalu bilang terima kasih walau aku tidak harus mengatakannya karena dia sudah dibayar untuk melayani aku. Aku tidak pernah mengomel kalau menunggu lama. Pernah ketika dia memakai baju seragam cheongsam merah karena Imlek aku bilang "Warna merah pas lho buat Mbak. Kalau seragam itu selesai Imlek boleh dimiliki, coba Mbak pakai untuk kondangan, pasti banyak orang yang mengagumi."

         Just a touch but with heart, namun bagai embun di panas terik, bagai semilir angin ketika tubuh dan emosi nyaris terkapar karena tekanan pekerjaan. Just a touch but with heart, namun telah meninggalkan kesan mendalam baginya. Memberi tidak harus berupa uang, bukan?