Dua Peringatan dari Musa
Dipublikasi Artikel blog by Novitrip
Idealnya, kondisi susah maupun senang seharusnya tetap mampu membuat
kita dekat dengan Tuhan.
Tapi tidak dapat disangkali, bahwa kondisi susah cenderung lebih
efektif untuk membuat seseorang lebih dekat dengan Tuhan.
Lalu, bagaimana dengan kondisi senang, nikmat, merdeka, bebas, dlsb?
Bagaimana agar di dalam kondisi demikian pun kita tetap dapat dekat
dengan Tuhan?
Saya sendiri sering bergumul dengan hal ini. Pada masa-masa aktif
kuliah, banyak tugas, menjelang ujian, akhir semester... saya merasa
diri ini begitu rapuh, sehingga saya sungguh-sungguh membutuhkan
pertolongan Tuhan.
Tapi ketika kuliah selesai, liburan, tidak ada tugas yang deadline-nya
di ujung tanduk, saya merasa seperti seseorang yang bisa menjalani
hidup
saya dengan kekuatan saya sendiri. Pada waktu-waktu yang seperti ini,
saya seperti bicara dengan Tuhan,
"Tuhan, tidak ada kuliah, tugas atau hal-hal lainnya yang berat. Tuhan
tidak perlu urus saya lagi untuk beberapa waktu. Saya bisa sendiri koq.
Tuhan mending urus orang lain aja yang lebih membutuhkan. Saya nggak
apa-apa." parah... dasar orang sombong nggak tau diri!!!
Saya mengajak kita untuk merenungkan hal ini, dengan Ulangan 8 sebagai
dasar perenungan kita.
Teks ini merupakan bagian dari 'khotbah' Musa kepada Bangsa Israel
setelah Allah memberikan Sepuluh Hukum kepada Musa. Dalam bagian ini,
Musa memberikan dua perintah utama kepada Israel, "Ingatlah..." (8:2),
dan "Hati-hatilah..." (8:11). Kita akan lihat kedua perintah ini
satu-persatu.
INGATLAH!!!
Apa yang harus diingat oleh Israel?
Musa mengatakan bahwa Bangsa Israel harus mengingat seluruh perjalanan
yang mereka lakukan atas kehendak TUHAN selama empat puluh tahun,
dengan
maksud merendahkan hati mereka dan mencobai mereka untuk mengetahui apa
yang ada dalam hati mereka: apakah mereka taat kepada Allah atau tidak
(8:2).
Di ayat-ayat berikutnya, Musa menjelaskan dengan detil, bagian mana
dari seluruh perjalanan itu yang perlu mereka ingat. Hal ini bukan
berarti ada hal-hal yang tidak perlu mereka ingat, tetapi Musa ingin
mengangkat hal-hal tertentu saja untuk menyampaikan pesannya kepada
Bangsa Israel. Hal-hal itu adalah: Tuhan...
a. mengirimkan manna (8:3);
b. menjaga pakaian dan kasut mereka sehingga tidak rusak (8:4);
c. membawa mereka masuk ke negeri yang baik (8:7);
d. mengeluarkan mereka dari Mesir (8:14);
e. memimpin perjalanan mereka di padang gurun (8:15);
f. memberi mereka minum (8:15);
g. memberi mereka makan (8:16).
Ketujuh hal ini saya simpulkan, bahwa Musa ingin agar Bangsa Israel
mengingat seluruh pimpinan dan penyertaan Allah selama empat puluh
tahun
perjalanan mereka.
Paling tidak ada tiga alasan mengapa Musa memerintahkan Israel untuk
mengingat hal ini,
(1) supaya Israel menyadari, siapa Allah;
(2) dengan kesadaran itu, Bangsa Israel seharusnya memberi diri mereka
taat dan patuh kepada Tuhan (8:6); dan,
(3) supaya Bangsa Israel terus memuji Tuhan atas kesetiaan-Nya(8:10).
Bangsa Israel diperintahkan untuk mengingat, berarti mereka sudah
menerima apa yang harus mereka ingat. Mereka sudah menerima dan
mengalami semua kebaikan Tuhan secara nyata. Dan, karena mereka sudah
menerima semuanya itu dari Tuhan, mentaati dan memuji Tuhan adalah hal
yang memang sudah seharusnya mereka lakukan sebagai bentuk ucapan
syukur
dan pengakuan mereka atas semua pemberian Tuhan itu.
Dengan demikian, ingatan tentang pimpinan dan penyertaan Tuhan di masa
lalu akan membawa kita kepada kesadaran mengenai identitas Allah yang,
"memaksa" kita untuk memuji Dia dan hidup di dalam ketaatan kepada-Nya.
HATI-HATILAH!!!
Setelah Musa memerintahkan Israel untuk mengingat pimpinan dan
penyertaan Tuhan, selanjutnya Musa memerintahkan mereka untuk
berhati-hati agar mereka tidak melupakan pimpinan dan penyertaan Tuhan
itu (8:11).
Peringatan ini menarik sekali, karena jika kita melihat kembali
perjalanan Israel di padang gurun, mereka begitu dekat dengan Tuhan. Di
dalam perjalanan itu, mereka masih mengingat Tuhan, buktinya: mereka
sering mengeluh dan bersungut-sungut kepada Tuhan.
Setelah mereka menyelesaikan perjalanan itu, rupanya ujian belum
selesai. Ayat 12-13 menyebutkan ujian baru yang akan mereka hadapi
adalah (saya parafrasekan) kemerdekaan, kemapanan dan kenikmatan.
Ketiga hal ini berpotensi untuk membuat Israel lupa kepada Tuhan. Musa
menjelaskan secara detil, bahwa ketiga hal tersebut dapat membuat
Israel
melupakan Tuhan dengan cara
(1) tidak mentaati Tuhan (8:11); dan
(2) menjadi tinggi hati (8:14) karena menganggap dirinya-lah yang
berjasa atas semua yang mereka peroleh (8:17).
Sungguh ironis sekali. Karena Allah menyertai dan memimpin Israel untuk
mengalami kemerdekaan, kemapanan dan kenikmatan. Tetapi justru ketiga
hal inilah yang ternyata akan mejauhkan Israel dari Tuhan.
Dari perenungan ini, saya mengajak kita untuk mengingat semua
kebaikan Tuhan, pimpinan dan penyertaan-Nya dalam hidup kita. Sehingga
kita semakin mengenal, mengasihi dan hidup takut akan Dia. Saya juga
mengajak kita untuk berhati-hati terhadap kecenderungan kita untuk
melupakan kebaikan Tuhan di masa lalu.
Tuhan memberkati.
Dua Peringatan dari Musa
Judul Komentar : @novitrip re:peringatan Musa
Pengirim : kardi
Tanggal : Fri, 12 Dec 2008 16:04:23 +0700
Komentar :
@novitrip, benar sekali pada waktu kita kelimpahan berkat, menjadi lupa siapa yang memberikan berkat itu, karena yang dilihat adalah berkatnya bukan sumbernya. Seperti anak saya,bila saya pulang dari tugas luar kota, yang dilihat adalah buah tangannya, oleh-olehnya bukan ayahnya. Jadi iman saya masih belum bertumbuh dewasa, bila hanya melihat berkat saja. Tapi bila fokus pada pribadi Yesus, dan Roh Kudus berkarya dalam hidup kita maka perjalanan hidup kita akan sampai ke negeriKanaan yang berlimpah susu dan madu.Amin
Judul Komentar : Tetap Fokus!!!
Pengirim : Novitrip
Tanggal : Fri, 12 Dec 2008 23:19:50 +0700
Komentar :
Berkat maupun masalah, keduanya tidak menentukan pertumbuhan iman kita. Tetapi, jika kita, dengan anugerah Tuhan, ber'fokus pada pribadi Yesus' dan karya-Nya, seperti yang Bapak katakan, saya yakin apapun yang kita alami, berkat atau masalah, akan tetap membawa diri kita bersujud di hadapan Allah Yang Mahakuasa, mengucap syukur, memuji, dan berserah kepada-Nya.
gRaCe
Judul Komentar : @ Novitrip Peringatan Musa
Pengirim : awam
Tanggal : Sat, 13 Dec 2008 02:09:17 +0700
Komentar :
Pada waktu susah biasanya kita dekat dengan Tuhan, karena kita perlu pertolonganNya, dan pada waktu senang secara tidak sadar biasanya kita mulai menjauh dari Tuhan.
Hal itu terjadi apabila kita meletakkan Tuhan sebagai objek kepentingan kita dan bukan meletakkan diri kita sebagai objek kepentingan Tuhan. Tuhan menciptakan kita untuk melayaniNya dan untuk mempermuliakanNya.
Tuhan memberi dua perintah utama kepada kita, yaitu untuk mengasihi Dia dengan segala kemampuan kita dan mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Bukti kita mengasihi Tuhan adalah jika kita melakukan segala perintahNya.
Sekarang coba kita pikirkan apakah kita sudah mengasihi sesama kita?Kalau kita peka kita akan melihat betapa banyaknya orang-orang yang menderita disekitar kita, orang-orang yang kelaparan, orang-orang yang sakit tanpa mempunyai biaya untuk berobat, keluarga-keluarga yang tidak mempunyai biaya untuk menyekolahkan anak-a
naknya dll. Kita juga harus menyadari adanya hamba-hamba Tuhan yang melayani dipedalaman dengan kehidupan yang sangat minim dan dengan tempat ibadah yang tidak memadai. Semua mereka ini memerlukan uluran tangan kita.
Kalau kita mau mentaati perintah Tuhan untuk mengasih mereka, yaitu dengan turut serta dalam pelayanan terhadap mereka baik melalui tenaga maupun melalui keuangan kita saya yakin dalam keadaan makmur dan kelimpahanpun kita tidak akan menjauh dari Tuhan.
GBU
Judul Komentar : Mungkin seperti yang mantan
Pengirim : Novitrip
Tanggal : Sat, 13 Dec 2008 07:38:16 +0700
Komentar :
Mungkin seperti yang mantan presiden AS, JFK pernah katakan,
"Jangan bertanya, 'Apa yang dapat negara berikan kepada saya?' Tetapi tanyakan, 'Apa yang dapat saya berikan untuk negara?'
Saya setuju dengan Sdr. awam. Ketika hubungan kita dengan Tuhan kita fokuskan, hanya untuk kepentingan kita sendiri, maka kita menjadikan Tuhan, hanya sebagai penolong di waktu kita butuh. Sedangkan sikap yang kontras kita tunjukkan di saat kita dalam keadaan yang 'mapan'.
Intinya... kita cenderung melihat, hanya kepada diri kita sendiri: pergumulan kita, kesulitan kita, masalah kita... semuanya tentang kita.
Tidak melihat, apalagi menyadari, panggilan yang Tuhan sudah berikan kepada kita untuk mengasihi Dia dan sesama kita.
Terima kasih, Sdr. awam, untuk sharingnya.
gRaCe