Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

BERGAUL ITU MUDAH – 3 – Respect the border line

Purnomo's picture

               “Sudah lama bergereja di sini?” tanya seorang yang baru aku kenal.
               “Belum, belum ada 10 tahun,” jawabku.
               “Kerja di mana?”
                Aku jawab tidak bekerja karena aku pensiun 10 tahun yang lalu.
               “Masih muda sudah tidak bekerja. Pasti pensiunnya banyak ya. Dulu pensiunnya dapat berapa juta?”
               “Yaaa, cukuplah buat hidup sederhana sehari-hari sampai saya mati nanti.”



               “Anak berapa? Umurnya berapa? Lulusan sekolah apa? Bekerja di mana? Gajinya berapa?” sederet pertanyaan ini membuat aku seperti sedang berhadapan dengan petugas sensus ekonomi saja. Karena itu aku mencari alasan untuk bisa meninggalkan dia secepatnya daripada nanti gendengku kumat. Besok-besok aku akan menghindar bila melihat dia walau pendeta bilang kasihilah sesamamu manusia, terlebih lagi sesama anggota gerejamu. Rapapa dikatain sombong daripada nanti dia tanya ‘kamu jelek kok bisa dapat istri cantik alamat dukunnya di mana’.

                Biar dia suka berbicara, lancar kalimatnya, body language-nya bagus, aku tidak suka akan apa yang dibicarakannya. Karena itu di awal serial blog ini aku menulis “tak perlu heran bila menjumpai orang yang banyak ngomong tetapi pergaulannya sempit” karena dia tidak ngomong tetapi menginterogasi kek polisi aja.

                Sering karena sok akrab, dalam berkomunikasi orang lupa lawan bicaranya memiliki 3 wilayah kehidupan. Bila baru kenal, berbicara di “wilayah publik”nya yang biasanya seseorang tidak keberatan diketahui orang lain. Misalnya tinggal di mana, sekolah atau bekerja di mana, hobinya apa, kalau dia laki boleh tanya umurnya berapa. Untuk hal-hal di luar dirinya, bisa kita memperbincangkan berita-berita hangat di koran tanpa menanyakan opininya.

                Wilayah yang lebih dalam adalah “wilayah terbatas” yang hanya dia ceritakan kepada sahabat dekatnya saja. Misalnya, calon pacarnya siapa dan siapa saja saingannya, gajinya berapa, riwayat hidupnya bagaimana, cita-citanya apa, seberapa besar percayanya kepada Yesus sebagai Juruselamatnya, pendapat pribadinya tentang tokoh-tokoh politik atau gerejanya.

                Lebih menyempit lagi adalah “wilayah privat” yang dia tidak ingin diketahui oleh siapapun kecuali suami/istrinya.
               
                Jika ingin lancar bergaul, bicarakanlah hal-hal yang lawan bicara merasa nyaman untuk diketahui (wilayah publik) dan melupakan apa saja yang membuat orang merasa tidak nyaman bila diketahui (wilayah privat). Bila lawan bicara membuka wilayah terbatasnya, lebih bijak Anda berlaku sebagai pendengar yang baik. Anda baru bisa memberi komentar apabila ia menanyakan pendapat Anda.

** gambar diambil lewat google sekedar ilustrasi.